Cerita tersebut dibawakan Aya dengan sangat bagus. Suara tokoh-tokohnya, dari babi kecil yang ketakutan hingga suara serigala yang jahat meraung marah tampak hidup. Pendengarnya pun merasakan suasana tegang dan mencengkam. Gurunya sampai meminta Aya mewakili sekolah jika ada lomba story telling. Sayangnya belum pernah kesampaian antara lain karena bersamaan waktu dengan Olimpiade Sain Nasional (OSN) yang juga diikutinya.
Kembali ke masa kecil Aya, saat berusia lima tahun barulah ada cerita favoritnya untuk saya bacakan. Ceritanya berjudul “Sop Batu”. Kisahnya tentang tiga pengelana yang kelaparan, meminta makan pada warga sebuah desa tidak ada yang mau memberi. Kemudian mereka mencari akal dengan mengatakan akan membuat sop terenak dengan batu sebagai bahan utama.
Warga desa boleh mengicipi asal bersedia membantu. Dan ternyata, mereka bersedia. Para pengelana meminta wortel, kentang, sedikit ayam, daun bawang dan lain-lain bahan sayur sop. Akhirnya jadilah sop batu, sop terenak sedunia.
Cerita ini rupanya sangat berkesan bagi Aya. Dikemudian hari, dia mengatakan menjadi senang mencoba-coba makanan. Diantara saudara-saudaranya, Aya paling mampu menilai makanan. Padahal, saya sendiri selalu mengajarkan hanya ada dua rasa makanan, yaitu enak dan enak sekali.
Sementara itu, Akram si bungsu sangat menyukai buku cerita “Semut Putih dan Pohon Beringin”. Kisahnya tentang keluarga besar semut putih yang meminta bantuan pada pohon-pohon untuk menyelamatkan mereka dari ancaman bahaya banjir. Kakek dan cucu semut putih sudah lama terombang ambing di kapal daun. Hujan yang terus menerus menambah tinggi air di sekitar mereka membuat panik.
Mereka sudah minta tolong kepada pohon mangga, pohon rambutan juga pohon kelapa. Tetapi tetap tidak ada yang mau menolong. Ada yang karena takut badannya gatal dan ada yang takut buahnya dimakan semut. Pertanyaan cucu semut putih yang memelas “Mengapa mereka tidak mau menolong? Mengapa mereka begitu kejam?” selalu membuat Akram ikut sedih. Bahkan sering membuat matanya berkaca-kaca.
Terpaksa mereka melanjutkan perjalanan mencari pohon yang bersedia mereka naiki. Mereka mendayung dan mendayung sampai mendekati pohon beringin. Rombongan mereka menarik perhatian pohon beringin dan bertanya “Saudara-saudara semut mau pergi ke mana? Sebentar lagi akan ada banjir.” Kakek semut menjawab “Kami mencari tempat berlindung. Kami telah minta tolong ke pohon-pohon lain tapi ditolak.” Tanpa berpikir panjang lagi, Pohon Beringin mengundang mereka untuk menaikinya. Akhirnya selamatlah keluarga besar Semut Putih. Semua berterimakasih kepada pohon yang baik itu.