Scroll untuk baca artikel
Blog

Memutus Mata Rantai Pekerja Anak di Bawah Umur

Redaksi
×

Memutus Mata Rantai Pekerja Anak di Bawah Umur

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COKonsumen zaman sekarang merupakan konsumen yang cerdas dan selektif. Mereka bukan sekadar jadi penuntut hak atas barang yang dibelinya, tapi ternyata juga aktif bertanya apakah produsen barang itu menjalankan etika dan kewajibannya.

Kecenderungan demikian tentunya berita baik. Apalagi, masih banyak perusahaan yang mengabaikan nilai dari sebuah aktivitas ekonomi, seperti misalnya dengan kebijakan mereka mempekerjakan anak di bawah umur atas alasan-alasan ongkos produksi yang lebih murah.

Mempekerjakan anak di bawah umur adalah isu global yang belum kunjung selesai. Ironisnya, justru praktik lancung itu masih dilakukan oleh perusahaan besar yang produknya, secara hegemonik, hadir dalam kehidupan kita sehari-hari.

International Labour Organization (ILO) menyebut, pada tahun 2018, masih ada sejumlah 151,6 juta pekerja anak di dunia, dan 72,5 juta di antaranya terlibat dalam pekerjaan berbahaya. Ini jelas bukan kenyatan sembarangan. Ada bayangan masa depan anak yang mengerikan tecermin di balik angka-angka tersebut.

Berikut ini beberapa contoh perusahaan yang mempekerjakan anak di bawah umur:

1. Nestle

Nestle tidak menampik bahwa mereka mempekerjakan anak di bawah umur. “Pekerja anak sulit dihilangkan sepenuhnya,” ujar mereka secara resmi dalam sebuah laporan. Pada tahun 2018 pengacara HAM Terry Collingsworth pernah mengajukan gugatan atas itu. Secara terpisah, aktivis Dannell Tomasela juga mengajukan class action karena menganggap Nestle membohongi konsumen, dengan mengatakan tidak ada anak terlibat dalam rantai pasok makanan yang mereka produksi. Nestle kemudian berjanji mengatasi masalah ini.

2. H&M

Perusahaan busana H&M dilaporkan menggunakan pekerja anak di Bangladesh, Myanmar, dan Kamboja. Akibat kontroversi tersebut, perusahaan harus menerima penurunan laba 2018 karena perilaku tidak etis perusahaan tersebut. H&M pun bergerak cepat dengan menunjukkan bahwa usia legal di Myanmar untuk bekerja di Myanmar ialah 14 tahun. Sayangnya konsumen tetap mengutuk mereka karena hanya dilakukan saat perusahaan merasa rugi.

3. Philip Morris

Guardian melaporkan pada Juni 2018, perusahaan rokok Philip Morris, mengontrak anak-anak untuk bekerja di pertanian Malawi.

4. Microsoft

Amnesty Internasional menemukan anak berusia 7 tahun dipekerjakan Microsoft pada Oktober 2018 untuk mengestrak kobalt dengan cara menambang dalam kondisi lingkungan berbahaya di Republik Demokratik Kongo selama 12 jam sehari. Walaupun kemudian, perusahaan menangani tuduhan tersebut. Amnesty tetap skeptis karena masih ada jalan panjang bagi perusahaan untuk meraup untung.

5. Apple

Apple juga salah satu perusahaan global yang bermasalah. Kontraktor Tiongkok ketahuan mempekerjakan 74 anak di bawah umur di tahun 2013 untuk memproduksi iPhone X. Tahun 2018, muncul klaim baru, dengan menggunakan kedok magang, Apple Watch diproduksi oleh anak dibawah usia 18 tahun.

6. Hershey’s

Perusahaan panganan Hershey pun digugat oleh orang yang sama dengan Nestle yaitu aktivis AS Dannell Tommasella. Hershey dianggap mengabaikan perjanjian untuk menerapkan Protokol Harkin-Engel yang membuat praktik eksploitasi pekerja anak meluas. Perusahaan berpendapat bahwa mereka akan berkomitmen dalam mencegah pekerja anak, namun Tomasella menganggap tindakan yang dilakukan Hersey masih kurang.


Dalam Konvensi ILO yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 20/1999 tertulis pekerjaan ringan hanya boleh dilakukan pekerja berusia 16 tahun ke atas. Sedangkan batas usia pekerja anak yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral di atas 18 tahun.

Atas beleid itu, Indonesia pun mencanangkan program Indonesia Bebas Pekerja Anak tahun 2022.