Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Pelaku UMKM Terus Bertambah Selama Pandemi, Bagaimana Masa Depannya?

Redaksi
×

Pelaku UMKM Terus Bertambah Selama Pandemi, Bagaimana Masa Depannya?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Selama pandemi Covid-19, jumlah pekerja informal yang berstatus berusaha sendiri dan yang berusaha dibantu buruh tidak tetap mengalami peningkatan signifikan. Hingga Agustus 2022, angkanya belum mengalami penurunan. Tercatat, masih ada sebanyak 49,61 juta orang atau 36,66% dari total pekerja di sektor tersebut, disitat dari data Badan Pusat Statistika (BPS).

Di satu sisi, hal itu menunjukkan belum pulihnya kondisi ketenagakerjaan. Namun, di sisi lain, Awalil Rizky menjelaskan bahwa pekerjaan informal berstatus berusaha sendiri dan yang berusaha dibantu buruh tidak tetap pada realitanya juga dapat dilihat sebagai pengusaha berskala mikro dan kecil.

“Kedua status pekerja tersebut mencerminkan jumlah pengusaha berskala mikro dan kecil yang ‘menciptakan lapangan kerja sendiri’,” terangnya, dikutip dari tulisannya berjudul “Belum Pulihnya Kondisi Ketenagakerjaan.”

Keterpaksaan kondisi akibat kehilangan pekerjaan, dan tentu dengan kreativitasnya menjadi dorongan bertambahnya jumlah pelaku usaha mikro dan kecil selama pandemi.

Sektor UMKM Terpukul Pandemi

Sayangnya, sektor UMKM tidaklah sedigdaya saat menghadapi krisis 1998 dan 2008 lalu. UMKM juga ikut terdampak krisis ekonomi selama pandemi Covid-19 ini.

Pasalnya, berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak masyarakat, sehingga operasional produksi dan usaha UMKM pun terhambat.

Smesco Indonesia, Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UMKM di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM membeberkan hasil survei yang mereka lakukan. Survei terhadap 722 responden UMKM selama 31 Maret sampai dengan 20 April 2020 itu menunjukkan terjadi penurunan omset UMKM di semua sektor.

Di sektor olahan makanan, terjadi penurunan hingga menyentuh 35,6 persen. Sektor ini menjadi sektor UMKM yang paling tajam penurunan omsetnya dibandingkan sektor yang lain.

Setelahnya, sektor kerajinan yang turun hingga 13,8 persen. Lalu, sektor fesyen menyusul dengan penurunan sebesar 16 persen, dan diikuti oleh sektor-sektor UMKM lain yang persentase penurunannya lebih rendah.

Permasalahan UMKM

Banyaknya pelaku UMKM yang belum melek teknologi digital, utamanya dalam pemasaran dan akses pasar menjadi masalah utama UMKM saat ini. Padahal, selama pandemi, terjadi peningkatan pesat transaksi QR Code Indonesian Standard (QRIS) atau fasilitas pembayaran digital yang disediakan Bank Indonesia (BI).

Tercatat, volume transaksi QRIS mencapai 91,7 juta kali transaksi dengan nilai transaksi sebesar Rp.9,66 triliun pada Agustus 2022, berdasarkan data  Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Dibandingkan ketika awal pandemi melanda, pada Januari 2020, volume transaksi hanya 5 juta kali dengan nilai transaksi Rp.365 miliar.

Sementara, pada permasalahan yang lain, akses pembiayaan atau modal usaha masih menjadi momok masalah UMKM. Per Agustus 2022, porsi kredit segmen UMKM bank umum terbilang masih rendah.

Berdasarkan data BI, Porsi Kredit UMKM terhadap Total Kredit Perbankan hanya sebesar 20,82 persen atau sekitar Rp.1.299 triliun. Porsi itu terdiri dari 34,46 persen Kredit Usaha Mikro, 37,84 persen Kredit Usaha Kecil, dan 27,70 persen dari Kredit Usaha Menengah.

Melihat hal ini sejatinya UMKM menyimpan potensi ekonomi yang besar. Apalagi, selama pandemi ternyata banyak tenaga kerja yang beralih ke sektor ini. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian pun menunjukkan ada 64,2 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi terhadap PDB. Yakni sebanyak Rp.9.580 triliun, pada Maret 2022.

Apalagi, dilihat dari rasio Non Performing Loan (NPL) atau kualitas kredit Agustus 2022, Kredit Usaha Mikro adalah yang terendah sebesar 2,79 persen. Sedangkan, Kredit Usaha Kecil sebesar 3,86 persen, dan tertinggi Kredit Usaha Menengah sebesar 5,99 persen, dikutip dari BI.