BARISAN.CO – Beberapa tahun lalu, mantan pacar saya tergolong kaya. Tinggal di kawasan elite, memiliki perusahaan, dan juga pengawalan pribadi. Namun, suatu hari dia bercerita bahwa mantan isterinya berselingkuh dengan laki-laki lain.
Hal itu tentu saja mengejutkan bagi saya khususnya karena bukan hanya kaya, dia juga memiliki paras yang cukup rupawan ditambah dengan bentuk tubuh yang gagah.
Bukan itu saja, dia mengaku tidak memiliki teman sama sekali. Sehingga, saat itu, saya berperan sebagai pacar sekaligus temannya secara bersamaan.
Pada akhirnya, saya memahami setelah membaca sebuah artikel NBC News bahwa orang dengan kelas sosial lebih tinggi cenderung memiliki “penalaran bijak” yang lebih rendah daripada orang dengan kelas sosial di bawahnya.
Penalaran bijak adalah memiliki lebih banyak pengetahuan dan pencarian solusi yang itu memerlukan keterbukaan pemikiran, kerendahan hati intelektual, fleksibilitas, dan juga empati. Ini akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi yang kontras dengan situasi yang terdefenisi dengan baik.
Seorang mak comblang profesional, Susan Trombetti, mengungkapkan dia telah sering melihat bahwa orang kaya kurang masuk akal dalam menjalin hubungan.
“Orang kaya beralasan bahwa mereka dapat memilki dunia di ujung jarinya dengan apa yang mereka inginkan, namun hubungan itu tidak berwujud dan tidak mudah diukur. Selain itu, semakin kaya seseorang, semakin dia dikelilingi oleh orang-orang yang bergantung padanya secara finansial,” kata Susan.
Atas dasar itulah tipis kemungkinan bagi orang-orang di sekitar si kaya untuk mengatakan tidak atau menolak perilaku irasional terhadapnya.
Orang-orang yang memiliki uang lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki banyak teman dan keluarga yang menawarkan nasihat. Akan tetapi, itu sangat berbeda ketika menyemangati seseorang karena minatnya terhadap uang yang Anda miliki. Tentu, ini akan mengaburkan penilaian dan menyebabkan masalah komunikasi di rumah.
Sedangkan pakar hubungan, Rachel DeAlto menyebut orang kaya cenderung memiliki sedikit kekhawatiran apabila jalinan asmaranya berakhir. Mereka menganggap mudah untuk mencari pengganti. Rachel juga menambahkan semakin elite lingkarannya, maka kemungkinan semakin kaku sudut pandangnya. Dengan adanya kekuatan uang dan status tinggi, sayangnya komunikasi tampak akan menjadi rusak.
Sebenarnya, manusia golongan mana pun memiliki hak untuk jatuh cinta dan bahagia, tetapi melihat penelitian dari Grossman menunjukkan orang-orang kelas bawah lebih terbiasa dengan ketidakpastian dan lebih siap untuk menghadapi konflik. Sedangkan, orang kaya cenderung kesulitan beradaptasi mengatasi situasi sulit atau hasil yang tidak terduga.
Siapa pun dapat mempelajari cara mengatasi badai, berkompromi, dan merangkul hal-hal yang tidak terduga dalam menjalin hubungan. Untuk itu, baik orang kaya atau bukan, kegagalan dalam menjalin jalinan asmara sebenarnya hal yang lumrah.
Pasang-surut kehidupan dihadapi oleh banyak orang. Tak terkecuali bagi orang dengan status sosial tinggi atau rendah, ini tergantung dengan pola pikir tiap orang. Sebab, ada juga orang kaya yang berhasil mempertahankan jalinan asmaranya hingga maut memisahkan mereka. [dmr]