Dalam riwayatnya, Sunan Drajat menyebarkan ajaran Islam tanpa paksaan atau menyesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
BARISAN.CO – Catur Piwulang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai empat ajaran. Isinya mengenai empat petuah dari Sunan Drajat yang disampaikan bukan dengan Bahasa Arab, akan tetapi dalam bahasa Jawa.
Empat ajaran ini merupakan peninggalan berharga dari Sunan Derajat bagi generasi saat ini. Sunan Drajat adalah salah satu wali dari sembilan.
Dalam riwayatnya, Sunan Drajat menyebarkan ajaran Islam tanpa paksaan atau menyesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Sunan Derajat adalah saudara kandung dari Sunan Bonang, ayahnya adalah Sunan Ampel, ibunya bernama Dewi Candrawati. Nama kecilnya adalah Raden Syarifuddin dikenal sebagai Raden Qasim dan sunan Derajat. Oleh Raden Patah diberi gelar Sunan Mayang Madu.
Sunan Derajat dalam berdakwah lebih dikenal sebagai sunan yang toleran. Dia melanjutkan metode dakwah dari sang ayah (Sunan Bonang) yang tidak pernah merusak budaya lokal masyarat di tempatnya berdakwah.
Aktivitas dakwahnya berada di sekitar daerah Lamongan. Sunan Derajat banyak mengajarkan masyarakat agar memperhatikan nasib fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja keras, kedermawanan, pengentasan kemiskinan, solidaritas social dan gotong-royong.
Filosofi Catur Piwulang
Dalam menjalankan dakwah dan laku hidup, Sunan Drajat dikenal dengan ajaran Catur Piwulang-nya. Apa itu?
Mengutip buku berjudul Sunan Derajat (Raden Qosim) karya dari Yoyok Rahayu Basuki, catur Piwulang adalah salah satu ajaran hidup yang dibuat oleh Raden Qosim, dan masih relevan jika digunakan untuk masa sekarang ini.
Berikut adalah 4 ajaran hidup tersebut:
1. Menehono teken marang wong kang wuto
Artinya adalah “Berikanlah tongkat kepada orang buta.” Di sini Sunan Derajat mengajarkan untuk memberikan pertolongan kepada orang buta. Jadi ketika melihat orang buta, hendaknya kita memberikan tongkat agar dia bisa berjalan.
Tetapi secara makna, Kata tersebut juga bisa diartikan sebagai memberikan pengajaran pada orang yang tidak tahu. Buta dalam kata di atas bisa diartikan sebagai orang yang tidak berilmu. Dan tongkat bisa diartikan sebagai ilmu.
Jadi ketika kita memiliki satu ilmu, dan melihat orang lain tidak memiliki ilmu tersebut. Sudah seharusnya kita mengajarkan ilmu tersebut.
2. Menehono mangan marang wong kang luwe
Artinya adalah “Berikanlah makanan kepada orang yang kelaparan,” Sunan Derajat dalam kalimat ini sungguh terlihat sebagai orang yang cinta akan sesamanya.
Dia kemudian menganjurkan pada para muridnya untuk berbuat baik, seperti memberikan makanan pada orang yang sedang kelaparan tetapi mereka tidak memiliki uang untuk membelinya.
3. Menehono busana marang wong kang kawudan
Artinya adalah “Berikanlah pakaian kepada orang yang tidak memakai pakaian.” Maksudnya adalah memenuhi kebutuhan bagi orang yang tidak mampu. Seperti pakaiannya, pendidikannya dan lainnya.
4. Menehono payung marang wong kang kodanan
Artinya “Berikanlah payung kepada orang yang kehujanan.” Menurut penulis kata hujan tidak hanya bisa dimaknai sebagai hujan. Tetapi menurt penulis kata hujan adalah sebagai lambing dari tertimpa Musibah.
Jadi ketika melihat sebuah musibah kita harus mau memberikan bantuan kepada orang yang terkena musibah tersebut.
Itulah ajaran dari sunan Derajat yang kemudian dikenal sebagai Catur Piwulang. Sebuah ajaran yang masih relevan dan bisa dipakai sampai sekarang. [rif]