BARISAN.CO – Gelaran Pemilu 2024 mendatang tak menutup kemungkinan akan kembali pada sistem proporsional tertutup. Dengan demikian masyarakat akan mencoblos partai, bukan calon anggota legislatif (caleg).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari menanggapi kemungkinan Pemilu 2024 mendatang akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Ia mengatakan hal tersebut berdasarkan proses sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasyim menjelaskan hal tersebut hanya sebatas asumsi berdasarkan adanya gugatan di MK tentang Undang-Undang Kepemiluan saat ini. Jadi, kata dia, hal itu bukanlah usulan dari KPU melainkan dari kondisi faktual kepemiluan yang terjadi saat ini.
“Jadi barangkali bagi calon peserta pemilu bisa bersiap-siap dan mengikuti perkembangan jika gugatan tersebut dikabulkan MK,” ujar Hasyim dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Selain itu, kata Hasyim, perkiraan kemungkinan pelaksanaan pemilu 2024 dilaksanakan proporsional tertutup tidak terealisasi. Sebab, Hasyim mengatakan hal tersebut bergantung pada putusan MK nantinya yang akan dikeluarkan.
Mengenal Sistem Proporsional
Sebagai informasi, Pemilihan umum di Indonesia saat ini menerapkan sistem proporsional, di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil. Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja. Nantinya partai politik yang akan memilih anggota legislatif berdasarkan perolehan suara yang telah mereka raih.
Sistem proporsional daftar calon terbuka memberikan opsi bagi masyarakat pemilih untuk mencoblos partai ataupun nama caleg. Dalam surat suara, tercantum logo partai, nomor urut partai, dan daftar nama caleg.
Sistem terbuka dinilai memiliki derajat keterwakilan yang tinggi karena masyarakat pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.
Sementara sistem proporsional daftar calon tertutup hanya menyediakan opsi logo dan nomor urut partai di surat suara. Parpol memiliki kewenangan untuk menentukan caleg yang akan duduk di parlemen apabila sudah mendapat jatah kursi.
Ditentang DPR
Sejumlah pihak juga menilai sistem ini kurang demokratis karena rakyat tidak bisa memilih langsung wakil-wakilnya yang akan duduk di legislatif, sebab pilihan parpol belum tentu senada dengan pilihan pemilih.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan sikap Hasyim tersebut.
“Pertama, itu Saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu. KPU adalah institusi pelaksana undang-undang. Sementara bila ada perubahan sistem pemilu itu artinya ada perubahan undang-undang (UU),” kata Doli kepada wartawan, Kamis (29/12/2022).
Politisi Golkar itu menjelaskan, perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU atau terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan MK.
“Di dalam pasal 168 ayat (2) disebutkan bahwa pelaksanaan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka,” ujarnya.
Hal senada juga dinyatakan Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera, bila perubahan dilakukan maka akan mengganggu pelaksanaan pemilu. Menurutnya pemilu yang berkualitas perlu dimulai dengan persiapan yang baik.