BARISAN.CO – Terdapat arus masuk dan arus keluar devisa yang tidak terkait langsung atas suatu jenis transaksi. Arus demikian lazimnya berupa transfer berbagai jenis mata uang, yang bersifat searah. Disebut transaksi searah karena tidak tampak seperti ekspor atau impor barang dan jasa umumnya.
Transaksi internasional yang searah pada prinsipnya dicatat dalam suatu neraca yang disebut Pendapatan Sekunder (Secondary Income). Mencakup semua transfer (masuk dan keluar) yang tidak termasuk dalam transfer modal dan finansial.
Sebenarnya, kebanyakan sumber dana transfer tersebut tetap terkait dengan balas jasa atas penggunaan faktor produksi, terutama tenaga kerja. Perbedaannya dengan pendapatan primer adalah terkait definisi teknis pencatatan. Antara lain soal perlakuan atas mereka yang telah bekerja kurang dari atau lebih dari setahun.
Transfer dari mereka yang telah bekerja satu tahun, yang dikenal dengan istilah remitansi, dicatat dalam neraca pendapatan sekunder. Contoh transaksi lain yang dicakup adalah hibah yang bersifat finansial, terutama terkait dengan lembaga publik.
Pada tahun 2020, neraca pendapatan sekunder tercatat mengalami surplus sebesar US$5,93 miliar. Penerimaan dari pihak luar negeri mencapai US$10,62 miliar. Sedangkan pembayaran ke pihak luar negeri sebesar US$4,69 miliar.
Pendapatan Sekunder selalu mengalami surplus selama belasan tahun terakhir, dengan nilai sedikit berfluktuasi. Cenderung meningkat sejak tahun 2012, dengan nilai surplus terbesar pada tahun 2019. Pandemi tampak cukup memengaruhi penurunan surplus pada tahun 2020.
Secara teknis pencatatan NPI, Pendapatan Sekunder diklasifikasikan menurut sektor institusional yang menerima atau memberi transfer. Yaitu sektor pemerintah (general government) dan sektor lainnya (other sectors).
Sektor pemerintah di antaranya mencatat bantuan yang diterima Pemerintah Indonesia atau yang diberikannya kepada pihak luar negeri. Bentuknya bersifat finansial atau yang tak tergolong barang modal. Contohnya antara lain: Hibah, penanggulangan bencana alam, bantuan perlengkapan persenjataan, penerimaan pajak, denda, serta bantuan tunai untuk keperluan belanja pemerintah.
Pada tahun 2020, sektor pemerintah menerima arus masuk sebesar US$332 juta. Tercatat tidak ada arus keluar dalam sektor ini. Nilai penerimaan itu hampir setara dengan tahun 2019 yang sebesar US$352 juta. Selama sepuluh tahun terakhir, penerimaan memang di kisaran 300-400 juta dolar. Sedang arus keluar pun biasanya nihil atau sangat kecil.
Sektor lainnya mencakup transfer personal dan transfer lainnya. Transfer personal juga dikenal sebagai remitansi tenaga kerja, yaitu transfer dari pekerja migran kepada keluarga di negara asal. Pengertian migran dalam pencatatan ini adalah seseorang yang datang ke suatu wilayah ekonomi dan tinggal ataupun bermaksud untuk tinggal selama satu tahun atau lebih.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengrim uang kepada keluarganya di Indonesia maka tercatat sebagai remitansi tenaga kerja. Begitu pula dengan hal sebaliknya yang dilakukan oleh Tenaga Kerja Asing (TKA). Sedangkan Transfer lainnya terutama berkaitan dengan lembaga non pemerintah seperti yayasan, lembaga sosial, dan organisasi kemasyarakatan.
Grafik 1: Penerimaan, Pembayaran, & Transfer Personal (2005-2020)
Sumber data: Bank Indonesia.
Transfer Personal pada tahun 2020 mengalami surplus sebesar US$6,42 miliar. Penerimaan tercatat sebesar US49,42 miliar, dan pembayaran sebesar US$3,01 miliar.
Transfer personal memang selalu mengalami surplus dengan nilai yang meningkat pesat selama tahun 2017-2019. Sempat mengalami penurunan surplus pada tahun 2016 dan 2017. Dan pada tahun 2020 kembali dialami penurunan nilai surplusnya.
Surplus Transfer personal secara otomatis menambah cadangan devisa. Meski perlahan, nilainya cenderung meningkat. Sempat menurun pada tahun 2016 dan stagnan pada tahun 2017. Hal itu antara lain disebabkan oleh kebijakan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia, terutama ke Timur Tengah.
Penurunan penerimaan remitansi TKI pada tahun 2020 diprakirakan akan masih berlanjut pada tahun 2021. Terjadinya pandemi Covid-19 mengakibatkan sebagian tenaga kerja dipulangkan dari negara tempatnya bekerja, dan calon tenaga kerja Indonesia tidak bisa diberangkatkan.
Grafik 2: Remitansi & Jumlah TKI (2005-2020)
Sumber data: Bank Indonesia.
Penurunan jumlah TKI di luar negeri sebenarnya tidak selalu berarti penurunan penerimaan remitansi. Terdapat beberapa faktor lain yang turut berpengaruh. Di antaranya adalah tingkat upah, kondisi kerja dan biaya hidup di negara penempatan. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019, laju kenaikan remitansi melampaui laju tambahan jumlah TKI. Namun pada tahun 2020, keduanya turun dengan laju yang hampir sama.
Dengan asumsi seluruh transfer personal yang diterima merupakan remitansi TKI. Termasuk tenaga profesional dalam berbagai sektor di luar negeri. Penerimaan sebesar US$9,42 miliar berasal dari 3,2 juta TKI. Jumlah yang secara resmi tercatat oleh lembaga berwenang di Indonesia.
Jumlah TKI tersebut lebih sedikit dibanding pada akhir tahun 2019 yang sebanyak 3,74 juta orang—merupakan yang paling sedikit selama belasan tahun terakhir. Beberapa tahun lalu, jumlahnya selalu lebih dari 4 juta orang. Bahkan mencapai 4,67 juta orang pada tahun 2006.
Penurunan jumlah TKI justeru sempat diiringi oleh fenomena remitansi yang cenderung meningkat. Selain ada faktor lain seperti yang disebut di atas, perlu diingat bahwa jumlah yang tercatat merupakan data pekerja legal. Sedangkan remitansi merupakan arus uang masuk yang tidak membedakan antara dari TKI yang legal dan tidak. []
Tulisan tentang Transaksi Berjalan lainnya:
Kontributor: Awalil Rizky
Diskusi tentang post ini