BARISAN.CO – Transaksi Finansial sebagai bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia merupakan arus masuk dan keluar devisa selama setahun, yang berkaitan dengan transaksi modal finansial.
Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu, kecenderungannya mengalami arus masuk bersih selama belasan tahun terakhir, kecuali pada tahun 2008.
Arus masuk dan keluar bersih yang berlangsung sejak lama tersebut terakumulasi dari tahun ke tahun. Bank Indonesia menyajikan data posisi modal finansial milik asing (kewajiban) yang ada di Indonesia pada tanggal tertentu, misalnya pada akhir tahun. Begitu juga dengan data milik penduduk Indonesia (aset) yang berada di luar negeri.
Catatan tersebut dikenal sebagai Posisi Investasi Internasional Indonesia (PIII).
Selain karena akumulasi transaksi finansial, terdapat beberapa faktor lainnya yang memengaruhi nilai PIII. Di antaranya adalah perubahan kurs antar mata uang, harga surat berharga, revaluasi aset, dan hal-hal serupa itu.
PIII mencatat posisi modal finansial milik asing yang ada di Indonesia yang disebut Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN). PIII juga mencatat posisi modal finansial milik penduduk Indonesia di luar negeri yang dimasukan dalam catatan tentang Aset Finansial Luar Negeri (AFLN). Hanya saja, AFLN mencakup pula posisi cadangan devisa.
PIII memperhitungkan selisih antara KFLN dan AFLN. Jika KFLN lebih besar, maka biasa disebut PIII dengan kewajiban neto. Jika AFLN yang lebih besar, maka disebut PIII dengan aset neto. PIII tercatat selama ini selalu dalam kondisi kewajiban neto.
Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada akhir tahun 2020 mencatat kewajiban neto sebesar US$281,2 miliar. Diperhitungkan dari selisih posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) sebesar US$ 685,5 miliar, dengan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) sebesar US$404,3 miliar.
Posisi akhir tahun 2020 itu tercatat turun signifikan dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada akhir tahun 2020 yang sebesar US$337,9 miliar. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan posisi KFLN sebesar US$27,8 miliar (3,9% yoy) di tengah kenaikan posisi AFLN sebesar US$29,0 miliar (7,7% yoy).
Penurunan posisi itu merupakan yang paling signifikan selama beberapa tahun terakhir yang cukup stabil atau hanya berfluktuasi kecil. Posisi akhir tahun 2020 juga merupakan yang terendah sejak tahun 2010.
Bisa saja ditafsirkan porsi modal finansial asing berkurang dalam perekonomian Indonesia. Selain dari nilai nominal yang turun, secara rasio atas PDB pun turun signifikan. Dari 30,2% atas PDB pada akhir tahun 2019 menjadi 26,5% pada akhir tahun 2020.
Peningkatan PII Indonesia yang tercatat sebagai kewajiban neto mengalami peningkatan paling pesat pada tahun 2009. Posisinya pada akhir tahun 2009 sebagai kewajiban neto sebesar US$213,72 miliar, dibanding pada akhir 2008 yang hanya sebesar US$147,76 miliar. Masih bertambah lagi secara cukup signifikan pada akhir tahun 2010 yang mencapai US$291,06 miliar.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih bertambah sampai dengan tahun 2014, namun laju peningkatannya melambat. Kemudian secara perlahan mengalami penurunan pada tahun 2015-2018. Sempat sedikit meningkat pada tahun 2019, dan kembali turun pada tahun 2020.
Grafik AFLN, KFLN, PII (2001-2020)
Sumber data: Bank Indonesia.
Data perkembangan PIII selama periode 2000-2019 menunjukkan KFLN sebenarnya masih cenderung meningkat, kecuali pada tahun 2002 dan 2008.
Laju peningkatannya yang berfluktuasi, dengan nilai tidak terlampau besar. Sementara itu, AFLN semula meningkat dengan laju lebih lambat, namun menjadi lebih cepat sejak tahun 2016.