Scroll untuk baca artikel
Blog

Mengenang Serangan Umum 1 Maret; 6 Jam yang Menentukan Eksistensi Indonesia

Redaksi
×

Mengenang Serangan Umum 1 Maret; 6 Jam yang Menentukan Eksistensi Indonesia

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Serangan 1 Maret merupakan peristiwa terjadinya penyerangan besar-besaran di Ibu Kota Indonesia kala itu, Yogyakarta. Serangan ini digagas Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai upaya mengusir sekutu dari Ibu Kota.

Peristiwa sejarah yang kemudian disebut sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 ini merupakan bentuk perjuangan rakyat Indonesia bahwa Indonesia masih berdaulat.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh Agresi Militer Belanda II pada akhir 1948. Setelah agresi militer yang pertama pada 21 Juli 1947 gagal, Belanda kembali melakukan agresi militer yang kedua pada 19 hingga 20 Desember 1948.

Belanda berhasil menduduki Yogyakarta. Bahkan, sebagai propaganda, Belanda mengumumkan jika TNI yang kala itu masih bernama TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sudah tidak ada.

Presiden Soekarno dan Hatta berhasil ditangkap. Tetapi, pemimpin Angkatan Perang Republik Indonesia, Jenderal Soedirman gagal ditangkap.

Melihat situasi yang semakin genting ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu berstatus tahanan rumah, lantas mengirim surat kepada Panglima Soedirman. Dalam suratnya, Sri Sultan meminta izin agar diadakan serangan guna merebut kembali Kota Yogyakarta dari tangan Belanda.

Jenderal Sudirman menyetujuinya. Mengutip dari laman unpad.ac.id, kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II, TNI mulai menyusun rencana untuk memukul balik pasukan Belanda.

Persiapan Serangan Umum

Militer di bawah kepemimpinan Jenderal Sudirman bersama warga sipil melakukan Operasi Gerilya Rakyat Semesta. Mereka menyingkir ke bukit, lembah dan pelosok untuk menyusun rencana penyerangan balik.

Pasukan gerilya melakukan sabotase seperti memutuskan jaringan telepon, merusak rel kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.

Peristiwa ini membuat Belanda mulai membangun pos-pos keamanan di berbagai area. Namun, justru itulah menyebabkan kekuatan Belanda menjadi terpencar.

Setelah dua bulan melakukan strategi bergerilya, Jenderal Sudirman akhirnya memberikan instruksi untuk melakukan serangan balik untuk membuktikan bahwa Indonesia masih ada dan kuat.