Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti Utang Pemerintah [Bagian Delapan]

Redaksi
×

Mengerti Utang Pemerintah [Bagian Delapan]

Sebarkan artikel ini

Optimisme Pemerintah pun meningkat ketika menyusun APBN 2019. APBN 2019 ditetapkan agar Keseimbangan Primer mendekati nol rupiah, yaitu hanya minus Rp20,1 triliun. Bahkan, dikedepankan menjadi argumen klaim sebagai APBN yang sehat pada saat itu. Realisasinya ternyata kembali meningkat menjadi minus Rp77,5 triliun.

Pemerintah masih bersikeras keseimbangan primer dapat ditekan kembali dalam APBN 2020. Targetnya hanya minus Rp12 triliun. Artinya, dari pembayaran bunga utang yang direncanakan sebesar Rp295,21 triliun, hanya senilai itu yang dibayar pakai utang baru.

Pandemi Covid-19 memaksa postur APBN berubah drastis. Pendapatan merosot, dan butuh berutang lebih banyak. Sebagian utang baru telah berbiaya bunga pada tahun 2020. Baik dalam konteks yield ketika SBN diterbitkan, maupun pembayaran bunga selanjutnya. Ada seri yang bunganya dibayar tiap 3 atau 6 bulan. Bahkan, pembayaran bunga SBN ritel dilakukan tiap bulan.

Pembayaran bunga utang sempat direncanakan mencapai Rp335 triliun pada 2020 dalam Perpres 72. Oleh karena Pendapatan juga ditargetkan merosot tajam, maka nilai minus dari Keseimbangan Primer diprakirakan mencapai Rp700,4 triliun.

Realisasi sementara APBN 2020 memang tidak seburuk perhitungan menurut Perpres 72. Pembayaran bunga utang hanya sebesar Rp314,1 triliun, dan Keseimbangan Primer bernilai minus Rp642,2 triliun. Bagaimanapun, nilai ini merupakan yang terburuk dalam sejarah APBN. Bahkan, jika dilihat secara rasio atas PDB yang mencapai 4,09%.

Grafik Keseimbangan Primer, 2004-2021

Sumber data: Kemenkeu; 2020: Realilsasi sementara; 2021: APBN.

Kajian ilmiah tentang utang menjelaskan bahwa kondisi keseimbangan primer anggaran pemerintahan suatu negara, terutama negara berkembang, amat menentukan kesinambungan fiskalnya. Dikatakan kesinambungan fiskal dapat dipertahankan melalui pemenuhan pembayaran bunga utang dengan pendapatan negara dan bukan pengadaan atau penerbitan utang baru.

Pandangan lain yang lebih hati-hati bahkan menyebut tidak cukup hanya sekadar surplus, melainkan nilai surplusnya musti meningkat. Peningkatan itu setidaknya dapat mempertahan surplus dengan rasio yang setidaknya tetap (finite) atas PDB. Oleh karena nilai PDB meningkat tiap tahun, maka surplus keseimbangan primer juga musti bertambah.

Hal ini tentu disadari oleh Pemerintah. Terbukti dari target APBN beserta narasi argumennya dalam Nota Keuangan sebelum pandemi covid-19 yang menargetkan keseimbangan primer menjadi surplus, setidak hanya sedikit defisit atau nilai negatif yang kecil.

Dalam narasi RPJMN 2020-2024 dikatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan APBN yang sehat, seraya tetap memberikan stimulus terhadap perekonomian. Salah satunya ialah mengarahkan keseimbangan primer menuju positif dengan rata-rata 0,1%-0,3% dari PDB selama periode lima tahun ke depan.