Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti Utang Pemerintah [Bagian Satu]

Redaksi
×

Mengerti Utang Pemerintah [Bagian Satu]

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COPosisi utang pemerintah dilaporkan sebesar Rp6.075 triliun pada akhir tahun 2020. Bertambah Rp1.289 triliun dibanding setahun sebelumnya. 

Dalam bahasa sehari-hari posisi utang adalah sisa utang hingga tanggal yang dinyatakan. Posisi di atas per 31 Desember 2020. Posisi utang bersifat akumulasi dari transaksi utang pada waktu sebelumnya. Telah diperhitungkan pokok yang dilunasi atau dicicil, serta penarikan utang baru.

Posisi utang Pemerintah selama ini cenderung meningkat tiap tahun. Nilai tambahannya saja yang berfluktuasi. Hal itu terutama disebabkan belanja yang selalu lebih besar pendapatan atau yang dikenal sebagai defisit APBN. Kekurangannya terutama diatasi dengan berutang.

Tambahan utang sering lebih besar dari sekadar defisit APBN. Ada pengeluaran lain yang tidak dikategorikan sebagai belanja. Contohnya investasi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kepada Badan Layanan Umum (BLU).

Posisi utang akhir tahun 2020 merupakan rekor tertinggi nominal utang dalam sejarah Indonesia. Tambahan utang selama setahun 2020 juga yang tertinggi.

Pemerintah menjelaskan sebab utamanya karena kebutuhan pembiayaan menangani masalah kesehatan, mitigasi dampak dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Belanja dan pengeluaran pemerintah terpaksa bertambah lebih banyak dari rencana sebelumnya. Padahal, pendapatan turun drastis. 

Bagaimanapun, pengalaman buruk saat dampak krisis 1997/1998 yang membuat terjadi lonjakan utang pemerintah patut menjadi pelajaran. Utang Pemerintah secara nominal masih terus melaju kencang hingga tahun 2000. Setelahnya pun bisa dikatakan tidak benar-benar turun, melainkan hanya melandai atau stagnan selama beberapa tahun. Kemudian secara perlahan menaik kembali, dan naik hampir selalu naik signfikan sejak tahun 2012.

Grafik: Utang & Persentase Kenaikan, 1996-2021

Sumber data: Kementerian Keuangan, diolah; 2021: prakiraan Awalil.

Secara rerata, kenaikan posisi utang pada periode 2011-2020 mencapai 13,88% tiap tahun. Jauh lebih tinggi dibanding periode 2001-2010 yang hanya sebesar 3,30%.

Jika dilihat secara era pemerintahan, maka rerata kenaikan era pemerintahan SBY I sebesar 4,38% per tahun. Namun, pada era keduanya rerata laju kenaikan melesat menjadi 10,51% per tahun.

Pada era pemerintahan Jokowi I, rerata kenaikannya menjadi lebih tinggi, yakni mencapai 13,02% per tahun. Laju kenaikan utang sempat sedikit menurun pada akhir pemerintahan Jokowi I, hanya 7,17% pada tahun 2019. Dampak pandemi, membuat posisi utang diprakirakan akan meningkat drastis pada akhir tahun 2020 dibanding akhir tahun 2019, mencapai 26,91%.

Pada era pemerintahan SBY I, posisi utang tahun 2004 sebesar Rp1299,5 triliun menjadi Rp1590,66 triliun pada akhir tahun 2009, atau naik sebesar 22,41%. Era SBY II, meningkat sebesar 64,01%, menjadi Rp2608,78 triliun pada akhir 2014. Sedangkan era Jokowi I, kenaikan mencapai 83,48%, menjadi Rp4.786,5 triliun pada akhir 2019.

Berdasar postur dan asumsi APBN 2021, kenaikan posisi utang direncanakan lebih landai dari tahun 2020. Namun masih terbilang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika sesuai rencana APBN, maka posisi utang akan bertambah sebesar pembiayaan utang, atau mencapai Rp7.232 triliun pada akhir tahun 2021. Artinya akan bertambah sebesar 19,44%. []


Kontributor: Awalil Rizky