Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Menghargai Air demi Kehidupan yang Lebih Baik

Redaksi
×

Menghargai Air demi Kehidupan yang Lebih Baik

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Tak terkecuali bagi manusia yang dalam kehidupan sehari-hari membutuhkannya untuk mandi, mencuci, memasak, dan lain-lain. Saat kekeringan terjadi, banyak sumur yang tidak mampu memenuhi kebutuhan air.

Menurut akademi Unsoed Yanto, Ph.D kekeringan sumur-sumur juga ditentukan oleh besarnya debit pemompaan.

“Kalau sumur bor dipompa dengan debit yang besar akan menurunkan muka air tanah di sekitarnya. Kalau debitnya sama dengan sekitarnya, kekeringan terjadi akibat pemompaan berjamaah,” kata Yanto saat dihubungi tim Barisan.co, Minggu (4/9).

Yanto menyampaikan ada tiga kemungkinan yang menyebabkan kekeringan sumur. Pertama, terjadi perubahan tata guna lahan menjadi perumahan dan jalan sehingga pengisian air tanah secara alami tidak terjadi. Kedua, jenis tingkat permeabilitas (penyerapan) tanah rendah, sehingga laju pengisian air tanah alamiahnya juga rendah. Jika sumur dipompa terus-menerus akan menjadi semakin kering.

Ketiga, terjadi pemompaan dengan debit yang besar di daerah hilir, sehingga air diambil di daerah hulu terlebih dahulu.

“Perlu untuk melihat lapangan jika ingin mengetahui faktor mana yang paling memungkinkan,” kata pria asal Blora tersebut.

Menurut Yanto, bukan berarti karena air termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui, lantas kekeringan akibat sumur bor tidak mungkin terjadi. Ia mencontohkan kota daerah hulu seperti Bogor pun memiliki batas untuk pengambilan air.

“Kondisi batasnya ada pada kondisi tanah dan besarnya pengambilan air. Meskipun curah hujan tinggi, namun jika tidak ada yang masuk ke tanah, sementara pengambilan air terus-menerus dilakukan. Maka, semakin lama akan semakin kering,” tutur Yanto.

Ia menambahkan air memang diperbaharui oleh hujan. Akan tetapi jika penyimpanannya tidak ada, maka air akan langsung ke laut. Jadi yang akan banyak airnya di laut.

Perlu dicatat bahwa menurut kajian resmi pemerintah, Jawa diprediksi akan kehilangan hampir dari seluruh sumber air bersih pada tahun 2040. Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun menyebutkan sejumlah faktor pemicu dari krisis air yaitu adanya perubahan iklim, pertambahan penduduk, hingga alih fungsi hutan.

“Saat ini yang perlu dilakukan ialah memperbanyak cadangan baik di atas permukaan berupa bendung, waduk, embung, situ, dan danau. Juga, di bawah tanah dapat berupa sumur resapan, revegetasi konservasi hutan, serta biopori,” tutup Yanto.