Oleh: Achmad Fachrudin
SETELAH mengunjungi Sekolah Bimbingan Sentul Kuala Lumpur (SBSKL) Malaysia pada Selasa (13/8). Rombongan dari Fakultas Dakwah Universitas PTIQ pada sore harinya menyempatkan diri untuk plesiran ke Pasar Seni, tempat perbelanjaan, dan Dataran Merdeka. Lalu pada malam harinya melihat dari dekat Menara Kembar Petronas. Menara ini cukup banyak dikunjungi turis lokal maupun asing. Mungkin karena mempunyai magnitude tinggi. Melebihi Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang cenderung mengalami desakralisasi.
Pada Selasa malam kami mengingap di hotel Sani, Kuala Lumpur. Esok pagi harinya (Rabu, 14/8/2024) sekitar pukul 8.00 pagi waktu setempat, rombongan menuju Penang dan Narathiwat, Thailand, melalui jalan darat dengan mengendarai mini bus (Van) dan tiba pada malam harinya. Jarak yang harus ditempuh cukup jauh. Memakan waktu sekitar 12 jam. Melintasi perbatasan darat Malaysia-Thailand di Sungai Kolok ke Kota Yala. Jika di Malaysia terlihat kebanyakan hutan belantara pohon kepala sawit. Sementara di Thailand terbentang luas sungai, laut dan hamparan persawahan.
Sejujurnya, perjalanan selama itu amat melelahkan dan membuat sebagian tubuh terasa pegal. Apalagi bagi saya yang sudah berusia kepala enam puluhan. Namun karena sopir yang bernama Ali mengemudikan kendaran sangat cepat namun piawai, serta sangat paham dengan lika-liku jalan raya yang nyaris semuanya bebas hambatan, perjalanan menjadi terasa singkat. Lebih dari itu poltical joke Ali tentang perilaku elit politik Malaysia membuat keleleran kami di dalam Van sedikit banyak terobati.
Hingga akhirnya tidak terasa pada Kamis malam (15/8), rombongan yang dipimpin Dekan Fakultas Dakwah Dr. Topikurohman, M.A dengan anggota Ahmad Fahruddin, M.Si. (Kaprodi Komunikasi dan Penyiaran Islam), Dr. R. Nanang Kuswara, M.M. (Kaprodi Manajemen Dakwah), serta beberapa akademisi lainnya seperti Muhamad Ibtissam Han, M.A., Dr. Ellys Lestari Pambayun, M.Si., Wahab Nur Kadri, M.Sos., Muh. Yahya Saraka, M.Sos., Muhasyim, M.A., dan Yasseer Muda Lubis, M.A tiba dengan selamat di Narathiwat.
Narathiwat (bahasa Thai : นราธิวาส , diucapkan [nā.rāː.tʰí.wâːt]. Narathiwat adalah salah satu dari empat provinsi di Thailand (bersama dengan Yala , Pattani , dan Satun ) yang mayoritas penduduknya beragama Islam; 82% beragama Islam dan 17,9% beragama Buddha. Selain itu, 80,4% penduduknya menggunakan bahasa Melayu Patani sebagai bahasa pertama mereka. Suku Melayu Narathiwat memiliki kemiripan etnis dan budaya dengan suku Melayu di Kelantan, Malaysia.
Identitas Muslim Melayu terbentuk dari asimilasi antara Islam dan kebudayaan Melayu. Mayoritas Muslim Thailand berbicara bahasa Melayu (Jawa). Ditulis dengan huruf Arab dan mengandung banyak kata Arab. Di Indonesia etnis Melayu mendiami kawasan yang terbentang dari Temiang di sebelah Selatan Aceh. Beberapa bagian Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat. Dengan dari adat istiadat terjadi kemiripan antara ketiga negara/etnis tersebut.
Di Narathiwat, kami mengingap di sebuah hotel yang Namanya sulit dibaca dan dipahami maknanya karena menggunakan Bahasa Thailand. Lalu esok pagi harinya, diantar dengan tambahan pemandu wisata bernama Nuriah (cantik dan masih single), menuju lokasi riset di Pondok Pesantren Ma’had Al Ulum Ad-Dhiniyah Narathiwat. Jarak yang mesti ditempuh dengan kendaraan roda empat hanya sekitar tiga jam.