Menuju 100 tahun HMI, La Ode berharap agar teman-teman mahasiswa bergabung ke organisasi kemahasiswaan agar dapat menambah wawasan, pertemanan, dan pengalaman.
BARISAN.CO – Tahun 1996, La Ode Basir berangkat ke kota Bandung untuk melanjutkan pendidikan setelah diterima melalui jalur tanpa tes Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) di Universitas Pendidikan Indonesia.
Lulusan SMA Negeri 2 Baubau ini, kala menginjakkan kaki di UPI melihat pengumuman di majalah dinding (mading) kampus penerimaan anggota Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). Sebagai orang yang berasal dari pelosok daerah, La Ode tidak begitu tahu-menahu tentang himpunan tersebut.
Yang terbayang olehnya saat itu, himpunan itu akan mengajarkan tentang agama Islam. Namun, La Ode hanya memikirkan dua hal, pertama sebagai perantau, dia harus menambah pertemanan, dan kedua untuk sarana belajar berorganisai.
“Saya kebetulan saat SMP itu aktif di OSIS dan SMA aktif di Rohis, jadi dengan pengalaman itu, saya merasa perlu untuk bergabung dengan organisasi di kampus,” kata La Ode kepada Barisanco, Sabtu (5/2/2022).
Selain itu, La Ode menuturkan, motivasi lain yang mendorongnya masuk ke HMI karena keinginan belajar agama.
Selang beberapa waktu, La ode terpilih sebagai ketua komisariat HMI, ketua bidang di himpunan mahasiswa untuk intra kampus, dan juga ketua korkom di kampusnya.
Dia pun belajar banyak tentang cara mengelola organisasi, memahami dan memetakan potensi teman-temannya, dan cara memimpin. Itulah manfaat yang paling berkesan yang dirasakannya hingga saat ini.
“Artinya, kita belajar sambil bekerja, learning by doing. Dari situ, kita menambah pengalaman. Dan, Alhamdulillah banyak bermanfaat. Saya sampai di nasional masuk Gerakan Pemuda Islam,” lanjut La ode.
Saat ditanya soal caranya membagi waktu, La Ode menyampaikan saat itu ia memiliki quote.
“Seorang mahasiswa itu harus sukses akademik, belajar, dan juga berorganisasi. Tapi, bukan berarti tidak ada waktu kunjung pacar,” selorohnya sambil tertawa.
Bagi La Ode, keberhasilan di kampus dengan menyelesaikan pendidikan, di organisasi bisa sampai ke level pimpinan, dan apabila bisa diramu, itu akan membawa kesuksesan bagi pribadi masing-masing.
Dia juga menambahkan semuanya itu dapat menambah kemampuan kompetensi sebagai seorang pemimpin dan sistem manajerial mulai dari mengelola waktu pribadi sampai memimpin teman-teman.
“Intinya seni mengatur waktu itu itu indah,” tambah pria asal Pulau Buton, Sulawesi Tenggara itu.
Kesan La Ode tentang HMI
Organisasi tak lengkap rasanya tanpa adanya konflik. Akan tetapi, La Ode menyebut konflik sebagai laboratorium yang kelak akan mendewasakan tiap orang. Dia menyebut masalah bergantung dari cara pandang orang yang menghadapinya.
“Kalau kita cukup luwes dalam berpikir, dada kita cukup luas menerima itu semua, Insya Allah, kita lebih dewasa dan mencari solusi. Sehingga, solusi yang kita ambil, Insya Allah, win-win solution dan menemukan jalan tengah terbaik,” ujar La Ode.
Pada akhirnya, meski tidak dapat diterima semuanya, tapi La Ode mengatakan itu bisa membuat mendudukkan pihak-pihak yang terlibat menerima dengan legowo. Dia menjelaskan hal itu adalah seni untuk memimpin.
“Pemimpin itu adalah seni untuk memengaruhi, memobilitasi, dan Alhamdulillah di organisasi kita bekerja sambil belajar learning by doing,” papar La Ode.
Meski bisa digolongkan cukup sukses, La Ode nyatanya bukan tipe kacang lupa kulitnya. Dia mengaku selama di HMI mendapatkan didikan melalui nasihat atau yang dicontohkan langsung oleh seniornya. Kala itu, dia juga sempat meminta bantuan, seniornya pun memberikan jalan kepadanya.
La Ode mengungkapkan kematangan emosional, manajemen waktu, tenang menghadapi masalah, pertemanan yang luas, dan kemampuan beradaptasi yang dia miliki saat ini, tak lain berkat didikan seniornya.