Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Meski Pandemi, Jumlah Orang Kaya Bertambah

Redaksi
×

Meski Pandemi, Jumlah Orang Kaya Bertambah

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom

Pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi, diiringi dengan peningkatan jumlah pengangguran dan penduduk miskin. Namun, pada saat bersamaan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup kaya dan yang sangat kaya.

Pertumbuhan ekonomi tercatat kontraksi atau minus 2,07 persen. Jumlah pengangguran bertambah 2,67 juta orang, dari 7,10 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020. Penduduk miskin bertambah 2,76 juta orang, dari 24,79 juta orang pada September 2019 menjadi 27,55 juta orang pada September 2020.

Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebagai salah satu indikator kesejahteraan penduduk pun turun dari Rp59,1 Juta pada 2019 menjadi Rp56,9 Juta pada 2020.

Bersumber dari data PDB dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Dunia (World Bank) menghitung beberapa indikator terkait. Salah satu diantaranya adalah Gross National Income (GNI). GNI pada prinsipnya merupakan PDB atau Gross Domestic Product (GDP) yang memperhitungkan nilai bersih faktor produksi non residen (asing) dari suatu negara. 

Bank Dunia menyajikan beberapa versi GNI. GNI nominal Indonesia dalam denominasi rupiah (local current) pada tahun 2020 sebesar Rp15.018 triliun. Sepenuhnya sama dengan nilai Produk Nasional Bruto (PNB) dalam publikasi BPS.

Bank Dunia mengolah data semacam ini untuk kondisi berbagai negara, yang kemudian menjadi beberapa jenis indikator. Salah satunya dengan metode atlas (atlas method) atas data GNI. GNI metode atlas menerapkan faktor konversi kurs yang memperhitungkan perbedaan tingkat inflasi antar negara selama beberapa tahun pengamatan.

GNI Indonesia berdasar metode atlas pada tahun 2020 sebesar US$1.060 miliar. Sedangkan GNI per kapita berdasar metode atlas sebesar US$3.870.

Berdasar data itu lah, Bank Dunia memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah rendah (Lower-middle income). Indonesia hanya sempat setahun masuk dalam negara berpendapatan menengah atas (Upper-middle income).

Pandemi juga berdampak besar pada kemampuan fiskal Pemerintah. Pendapatan negara menjadi turun signifikan. Dari Rp1.961 triliun pada tahun 2019 menjadi hanya Rp1.648 triliun pada tahun 2020. Utang Pemerintah pun bertambah sangat banyak selama setahun. Dari Rp4.787 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp6.080 triliun pada akhir 2020.      

Pada saat bersamaan, selama tahun 2020, beberapa data ekonomi dan keuangan mengindikasikan hal yang memiliki “nuansa” berbeda. Diantaranya berupa data simpanan masyarakat pada bank umum dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan data kekayaan bersih penduduk Indonesia dari Credit Suisse.

Jumlah simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Umum meningkat sebanyak 11,07%. Dari sebesar Rp5.982 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp6.644 triliun pada akhir 2020. Kelompok simpanan yang mengalami kenaikan terbesar adalah pada rekening dengan nominal lebih dari lima miliar rupiah.

Kelompok dengan tier nominal tertinggi dalam 7 kategori LPS tersebut meningkat 14,73%. Dari Rp2.728 triliun pada akhir 2019 menjadi Rp3.130 triliun pada akhir 2020. Jumlah rekeningnya pun bertambah banyak, dari 101.164 menjadi 108.683 rekening. Nominal rata-rata naik dari Rp26,96 miliar menjadi Rp28,80 miliar per rekening.

Data LPS ini tampak “bersesuaian” dengan data yang dipublikasi oleh Credit Suisse, suatu lembaga keuangan internasional.  Menurut data Credit Suisse, penduduk dengan kekayaan bersih US$1 juta atau lebih di Indonesia meningkat jumlahnya. Dari 106.215 orang pada tahun 2019 menjadi 171.740 orang pada tahun 2020.