Scroll untuk baca artikel
Blog

Modernisasi dalam Perspektif Konstitusi dan Kebudayaan

Redaksi
×

Modernisasi dalam Perspektif Konstitusi dan Kebudayaan

Sebarkan artikel ini
Oleh: Adib Achmadi

Kemerdekaan menurut konstitusi (preambul alinea 1) adalah hak setiap bangsa. Dan merdeka dinyatakan agar supaya berkehidupan kebangsaan bebas (alinea 3). Merdeka dalam hal ini bukan semata bebas dari cengekeraman kolonial. Sebagai bangsa merdeka, Indonesia bebas menentukan tujuan hidup dan memilih cara yang harus ditempuh sesuai dengan modal sejarah, budaya, dan berbagai potensi yang dimilikinya.

Setiap bangsa punya sejarah dan budaya yang membentuk dirinya (jati diri). Maka dari situ seharusnya arah dan tujuan berbangsa ditetapkan. Gagasan pembangunan misalnya, harus diletakkan sebagai upaya mengembangkan jati diri bangsa dengan segala potensinya. Kuda-kuda pembangunan haruslah bergerak dari dalam diri bangsa untuk mencapai apa yang menjadi harapan bersama seluruh bangsa.

Di lain pihak, Bangsa Indonesia harus bergerak beriring dengan situasi zaman. Setiap bangsa akan senantiasa bersinggungan dengan budaya bangsa lain. Persinggungan itu akan menimbulkan interakasi di mana satu dengan yang lain akan terjadi ‘transaksi’ saling memberi dan menerima. Dinamika ini menimbulkan proses penyesuaian-penyesuaian yang tak terelakkan.

Salah satu arus besar kebudayaan itu adalah modernisasi. Seluruh bangsa di dunia ini tak bisa menghindar dari gerak modernisasi yang saat ini menjadi arus global.

Modernisasi oleh sebagian ahli disebut sebagai gejala perubahan sosial, yakni suatu gerak perubahan dari tatanan lama menuju tatanan baru (masa kini). Persisnya dari tatanan tradisional bergerak pada tatanan modern.

Modernisasi juga dipandang sebagai sistem perilaku dan cara berfikir ilmiah, suatu alam pikir dan tindakan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian modernisasi adalah satu arus perubahan yang membawa ‘paket lengkap’ sistem kehidupan mulai dari perilaku maupun gagasan-gagasan yang menyertainya.

Ide-ide modernisasi ini bergerak secara masif dalam kehidupan bangsa kita lantaran ia masuk melalui banyak pintu mulai dari pendidikan, tatanan sosial, pemerintahan, ekonomi, kebudayaan. Hampir tak ada ruang yang tak terjamah dinamika modernisasi.

Lantas bagaimana menghadapi situasi semacam ini, sementara konstitusi memberikan amanat agar supaya bangsa ini berkehidupan kebangsaan yang bebas? Apakah modernisasi adalah pilihan yang harus diterima, ataukah pertanyaannya sejauh mana modernisasi bisa diterima?

Harus disadari bahwa modernisasi sejatinya adalah gerakan budaya yang mula lahir dari konstelasi sejarah dan budaya Eropa masa renaisans dan makin kukuh setelah revolusi Industri Perancis. Modern adalah adalah merk budaya Eropa yang di dalamnya punya alam pikir khas seperti individualisme, materialisme, dan gerak kemajuan suatu masyarakat yang disebut sebagai masyarakat industri.

Modernisasi adalah suatu gerakan menuju tatanan masyarakat industri yang merupakan kelanjutan (kontinuitas) dari kebudayaan Eropa abad pertengahan.

Dengan pandangan sederhana di atas, apakah kita sebagai bangsa merdeka akan menempuh jalan kebudayaan modern dengan segala pernak-perniknya? Atau sejauh mana kemodernan itu bisa diterima tanpa harus meninggalkan dan menanggalkan kebudayaan sendiri?

Sebagaimana disebutkan di atas, pembangunan seharusnya suatu pergerakan dari dalam diri kebudayaan. Gerak Pembangunan harus mampu merasakan dan meresapkan alam batin, pikiran dan harapan masyarakat.

Sementara itu modernisasi sebetapapun hebat dan gegap-gempitanya harus diletakkan sebagai dinamika eksternal yang harus disikapi melalui penyesuaian kreatif. Segala yang datang dari eksternal harus mampu dicerna di dalam lambung kebudayaan kita untuk diterima, ditolak, atau cukup disikapi secara kreatif.