Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Muhammad Zuhri, Menggores Pena ke Dalam Hati

Redaksi
×

Muhammad Zuhri, Menggores Pena ke Dalam Hati

Sebarkan artikel ini

“Pak Muh, bagaimana saya agar tepat dalam memerankan amanat perwakilan itu?” Akhirnya, saya beranikan untuk mengajukan pertanyaan. Meski, saya tak begitu yakin dengan pertanyaan itu.

“Begini, saya ulang lagi supaya jelas. kenyataan itu memiliki dua wajah: ciptaan dan perintah. Ciptaan adalah kenyataan faktual atau kerajaan bumi. Ketika kita condong untuk mengumpulkan kenyataan faktual, sama artinya kita sedang memenuhi santapan nafsu.

Wujud aktualnya kita lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Sebaliknya, ketika yang kita saksikan adalah perintah yang melatari ciptaan. Ketika yang kita lihat kerajaan langit atau kenyataan konseptual yang berada di balik kerajaan bumi atau kenyataan faktual, maka kita akan kehilangan untuk menyentuhnya menurut kemauan sendiri. Menyaksikan perintah yang melatarbelakangi setiap ciptaan oleh kalangan sufi disebut telah menyaksikan wajah Tuhan.

Nah keadaan seseorang yang sanggup menyaksikan wajah Tuhan persis dengan keadaan seseorang yang telah meninggal. Ia akan tampil tanpa mempertahankan martabat dan tidak pula bersandar pada apa yang dimilikinya, baik harta, pengetahuan, maupun prestasinya. Kalangan sufi menyebut maqom fana fi iradatillah, ‘meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia’. Jadi bagaimana bisa memerankan perintah Tuhan?

Ya, saat seseorang telah selesai dengan masalah dirinya. Seseorang yang telah mati. Seseorang yang telah merasa cukup atau sebatas kebutuhan dalam memungut kerajaan bumi, kemudian bersedia mengurusi masalah yang lebih besar, masalah umat dan semesta. Begitulah. Bagaimana?” 

Saya mengangguk pelan. Pelan sekali, karena memang tak sepenuhnya memahami. Saat itu, sekarang pun juga, saya hanya lamat-lamat menyerap setiap lantunan kata-katanya. Saya hanya memahami sedikit. Namun demikian, meski sedikit sangat bermakna buat proses keislaman saya.

Benar-benar Muhammad Zuhri. Sosok yang sedemikian berarti yang telah menggores pena ke dalam hati saya.   

Ungaran, 29 Oktober 2020