Scroll untuk baca artikel
Blog

‘Musyawarah Burung’ Jadi Awal Bagi Rofandi Mengenal Ajaran Sufi

Redaksi
×

‘Musyawarah Burung’ Jadi Awal Bagi Rofandi Mengenal Ajaran Sufi

Sebarkan artikel ini

BARISAN.COSyekh Abdul Qadir Jaelani, di salah satu bukunya mengatakan: “Jangan terlena hembusan (bujuk rayu) setan dalam dirimu, dan jangan kalah oleh panah-panah nafsu, sebab ia (nafsu) melemparimu dengan panah setan, dan setan tak dapat menguasaimu kecuali dengan sarana nafsu.”

Manusia sering kali terkerangkeng oleh nafsu. Sehingga setan mampu menguasai jiwa manusia agar menjauh dari ajaran agama. Dalam hal itu, sering dikatakan bahwa ajaran sufisme Islam merupakan jawaban paling radikal dari persoalan manusia dan nafsunya.

Sufisme telah demikian menarik bagi banyak kalangan, termasuk bagi Ir Rofandi Hartanto bahkan sejak masih muda. Dosen UNS ini, pada mulanya, mempelajari ajaran sufi secara tidak sengaja.

Awalnya ia membaca karya sufistik lebih kepada minatnya terhadap filsafat. Pencariannya sebatas pada keinginannya untuk mendapatkan penjelasan ilmiah tentang agama dan Tuhan. Seiring waktu, ia kemudian mulai menjajaki pengetahuan dan pengalaman langsung dari mereka yang ‘sampai’ kepada Tuhan.

Awal ketertarikan Rofandi tentang dunia sufi muncul setelah membaca Musyawarah Burung (The Conference of Birth), atau judul aslinya Mantiqu’t-Thair (1184-1887) karya penyair sufi Persia, Faridu’d-Din Attar.

Salah satu kutipan dalam buku itu, yang masih diingatnya, ialah: “Seseorang yang bersalah karena banyak dosa bertaubat dengan pedihnya dan kembali ke jalan lurus. Tetapi pada waktunya, hasratnya akan keduniawian kembali lebih kuat daripada yang sudah-sudah, dan sekali lagi, ia tunduk pada pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan.”

Pakar pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Ir. Dr. Rofandi Hartanto, MP, mengenal ajaran sufi bermula dari buku Faridu’d-Din Attar berjudul ‘Musyawarah Burung’.

Rofandi menyadari bahwa nafsu adalah musuh terbesar manusia. Nafsu perlu dilawan kalau perlu habis-habisan, agar ketika dunia manusia itu telah berakhir, ia siap dalam keadaan yang baik untuk bertemu Sang Penguasa langit dan bumi beserta isinya.

Upaya untuk mengekang nafsu itu membuat Rofandi tertarik untuk belajar sufisme lebih dalam lagi. Ia memulainya dengan pertama-tama menjalankan ibadah sesuai tuntunan Islam yaitu salat, puasa, membayar zakat, dan bersyahadat setiap saat. Ia juga menunaikan rukun Islam naik haji.

Berzikir pun tak luput ia jalankan. “Berzikirlah yang banyak (sebanyak mungkin) agar kalian beruntung,” katanya menirukan salah satu anjuran Islam.

Rofandi tergolong orang yang sering mendatangi para alim ulama untuk belajar agama. Dari interaksi yang terjalin, Rofandi banyak meresapi pengalaman yang diceritakan para ulama tersebut.

“Pengalaman beliau-beliau lebih mendalam dalam hal keagamaan. Dan saya termasuk yang mencoba memahami dan sebagian mengamalkan apa yang beliau ceritakan, meskipun pengalaman keagamaan masih sangat jauh dibanding yang beliau sampaikan,” ujar Rofandi.

Hingga sekarang, Rofandi masih meneruskan kebiasaannya menemui alim ulama. Ia juga semakin menghargai sufisme, termasuk menghargai tokoh-tokoh sufi yang di antaranya ialah Syekh Abdul Qadir Al Jailani, Romo Kiai Abdul Madjid Ma’ruf, Rangga Warsita (pengarang Wirid Hidayat Jati), dan masih banyak yang lainnya.

Bagi Rofandi, sufisme mengandung banyak kebaikan yang layak untuk terus digemakan. Benarlah bahwa sufisme, sebagaimana sering dinisbahkan, ialah salah satu ilmu terbaik bagi para pejalan untuk menemukan kedamaian dalam hati dan pikiran dan menuju-Nya. []