Melalui tokoh Semar inilah nasehat Sunan Kalijaga perlu dijadikan teladan, nasehat membabar ajaran tentang manusia Jawa sejati.
BARISAN.CO – Semar adalah tokoh wayang yang diciptakan Sunan Kalijaga yang menjadi sesepuh Punakawan yakni Petruk, Gareng, dan Bagong. Namun ada yang berpandangan lain bahwa sosok Semar sesungguhnya sudah dikenal masyarakat Jawa jauh sebelum Sunan Kalijaga lahir.
Nama Semar sendiri ditemukan dalam kakawin Siwa Sogata, Sanghyang Nawaruci dan Sudamala (yang juga terdapat dalam relief di Candi Sukuh). Semar atau Batara Ismaya merupakan tokoh utama punakawan dalam pewayangan Jawa.
Semar sosok atau tokoh yang menjadi penasehat para kesatria dalam kisah pewayangan. Begitu juga kisah wayang orang ia adalah sosok yang memberikan wejangan atau nasehat. Acapkali ketika melihat pemetasan wayang orang sekarang, Punakawan semakin mengkerdil karena tokoh ini dimainkan dengan model guyonan atau komedi.
Namun demikian, para penonton diajak untuk berpikir mengambil hikmah atas apa yang disampaikan tokoh Punakawan. Meski dengan cara bercanda, guyonan maupun hal yang terkadang membuat penonton tertawa.
Meski ada beberapa versi, namun perlu kiranya mengambil hikmah nasehat dari sosok Semar yang disampaikan Sunan Kalijaga. Berikut ini tiga nasehat Sunan Kalijaga melalui tokoh Semar:
- Ojo ngaku pinter yen durung biso nggoleki lupute awake dewe (Jangan mengaku pintar jika belum bisa mencari kesalahan dalam diri sendiri).
- Ojo ngaku unggul yen ijeh seneng ngasorake wong liyo (Jangan mengaku unggul jika masih senang merendahkan orang lain).
- Ojo ngaku suci yen durung biso manunggal ing Gusti (Jangan mengaku suci jika masih belum bisa menyatu dalam Gusti).
Semar sesungguhnya dapat dipahami sebagai tipe manusia Jawa. Meski secara fisik tidak layaknya manusia sempurna. Namun simbolisasi pada fisik Semar memiliki makna dan arti. Seperti tubuh semar yang gemuk, perlambang dari bumi yakni tempat tinggal manusia.
Begitu juga Semar merupakan tokoh yang murah senyum meski memiliki mata sembab, dua hal ini bermakna suka dan duka. Selain itu wajahnya yang tampak tua, akan tetapi gaya rambutnya seperti anak kecil yakni bergaya kuncung yang memiliki arti tua dan muda.
Inilah sosok Semar, manusia Jawa sejati adalah ia yang senantiasa sadar diri, tahu diri, “sumeleh ing pamikir” (bersikap rendah hati dalam berpikir) dan “sumarah ing karep” (memasrahkan seluruh keinginan pada kehendak Gusti).
Kata “Jawa” sendiri oleh para leluhur dimaknai sebagai keadaan sadar, mengerti, eling, dan waspada. Meskipun seseorang keturunan Jawa, tetapi jika belum sadar diri dan tahu diri, oleh leluhur ia disebut “ora njowo.”
Sebaliknya, meskipun seseorang bukan keturunan Jawa, tetapi jika senantiasa sadar diri dan tahu diri, ia disebut “njowoni”. Melalui lakon Semar dalam kesenian wayang, Sunan Kalijaga membabar ajaran tentang manusia Jawa sejati. [Luk]