Kenapa harus malu dan harus takut mengisi dinding dengan nasihat ukhuwah yang agamis. Bukankah itu sebaik-baik perkataan? Yaitu perkataan yang mengajak kepada Allah Swt.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat 33 surat Fushilat. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?“
Itu yang di dunia maya, di dunia nyata tidak jauh berbeda. Kebanyakan dari kita lebih suka dengan mereka yang “bad boy”, atau seorang yang breaking rule, bahkan rule agama.
Sudah tidak peduli lagi mana halal dan mana haram, malah menganggapnya bak pahlawan yang dinanti-nanti, memujanya setinggi langit.
Tapi dengan para asatidz kampung yang dengan gigih menyuburkan syariah dan menanam serta menyirami ajaran agama di daerah malah tidak dilirik. Dan bahkan dicurigai sebagai orang radikal.
Masya Allah. Kalau sudah tidak ada lagi kebanggaan, muslim Indonesia akan semakin menjadi seperti “ayam mati di lumbung padi”. Ini kan mengherankan ayam yang sumber utama makanannya itu gabah tapi malah justru mati di kubangan gabah itu sendiri.
Muslim yang dengan sedemikian indahnya ajaran Islam itu sendiri, tapi malah antipati dan ‘ogah’ dengan syariah padahal justru dengan tegaknya syariat itu sendiri di situlah adanya kebangkitan dan kejayaan.
Dengan ini, mari kita kembali banggakan agama kita dengan terus menguatkan tekad untuk taat menjalankan syariat agama yang mulia ini. Sudah tidak ada keraguan lagi bahwa kejayaan akan tercapai jika syariat ini ditegakkan. []