“Namun, mereka juga rentan terhadap burnot karena menetapkan standar yang tidak realistis dan tak henti-hentinya untuk kinerja mereka sendiri, yang pada akhirnya tidak mungkin untuk dipenuhi,” ungkapnya.
Sebuah studi tahun 2017 dari Thomas Curran dan Andrew P. Hill, mengeksplorasi peningkatan perfeksionisme pada kelompok kelahiran 1989-2016. Keduanya mendefinisikan tiga jenis perfeksionisme yang berbeda.
Pertama, perfeksionisme berorientasi diri, ini didefinisikan sebagai mementingkan irasional untuk menjadi sempurna, memiliki harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri, dan memegang evaluasi diri yang menghukum.
Kedua adalah perfeksionisme yang ditentukan secara sosial ketika individu percaya bahwa konteks sosial mereka terlalu menuntut, orang lain menilai mereka dengan keras, sehingga mereka harus sempurna untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain. Dan, terakhir, perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain terjadi ketika individu memaksakan standar yang tidak realistis pada orang-orang di sekitar mereka dan mengevaluasinya secara kritis.
Sementara, penelitian “Young People’s Perceptions of Their Parents’ Expectations and Criticism Are Increasing Over Time: Implications for Perfectionis” menemukan, perfeksionisme sedang meningkat di kalangan anak muda, bersamaan dengan meningkatnya pola asuh kritis dan ekspektasi orang tua.
Thomas dan Andres berspekulasi, masyarakat yang individualistis dan kompetitif mungkin menjadi penyebabnya. Studi itu dilakukan menggunakan data dari Inggris, AS, dan Kanada.