Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Orang Perfeksionis Lebih Sering Alami Burnout

Redaksi
×

Orang Perfeksionis Lebih Sering Alami Burnout

Sebarkan artikel ini

Perfeksionisme sedang meningkat di kalangan anak muda, bersamaan dengan meningkatnya pola asuh kritis dan ekspektasi orang tua.

BARISAN.CO – Perfeksionisme adalah dorongan untuk tampil, merasa, dan menjadi sempurna. Meski pun, masyarakat pada umumnya memandang perfeksionisme sebagai atribut positif, hal itu juga dapat menimbulkan efek negatif.

Seorang perfeksionis memiliki standar pribadi yang terlalu tinggi dan evaluasi diri yang terlalu kritis. Mereka menuntut kesempurnaan dan tidak menerima kekurangan apa pun dari kesempurnaan. Ini dapat bermanifestasi sebagai kritik terhadap diri sendiri dan orang lain atau dalam upaya untuk mengendalikan situasi dan orang.

Sebuah studi baru menemukan, perfeksionis sering memberi banyak tekanan pada dirinya sendiri di tempat kerja, namun juga stres ini di rumah pun dapat menyebabkan burnout.

Melansir Study Finds, Profesor Gordon Parker, seorang psikiater klinis di University of New South Wales mengatakan, perfeksionis lebih mudah terbakar daripada orang kebanyakan karena standar mereka yang tak henti-hentinya. Dengan tekanan tambahan dari pandemi global dan masalah ekonomi seperti inflasi, tim Gordon menyebut, banyak orang kelelahan baik secara mental maupun fisik.

Penulis studi menjelaskan, efek kumulatif dari semua pemicu stres baru-baru ini dapat dengan mudah menyebabkan kelelahan. Tidak seperti kelelahan biasa, gejala burnout juga bisa berupa kelelahan kronis, mati rasa secara emosional, dan menderita kebingungan di rumah atau di tempat kerja.

Walau, banyak penelitian berfokus pada bagaimana stres terkait pekerjaan dapat menyebabkan orang kelelahan, Gordon mencatat, ada banyak hal di luar tempat kerja yang dapat menyebabkan stres dan memicu burnout. Terlebih, bagi mereka yang menuntut kesempurnaan.

“Kebanyakan orang menganggap burnout sebagai kelelahan yang ekstrem, tetapi dalam penelitian, kami menemukan bahwa gejalanya jauh lebih luas. Orang-orang yang mengalami burnout juga menderita disfungsi kognitif, kadang-kadang disebut sebagai ‘brain fog’ dan terputusnya hubungan dengan teman dan keluarga, serta penurunan kinerja yang lebih umum dikenali dalam pekerjaan dan tugas di sekitar rumah,” jelasnya.

Dia menambahkan, kebanyakan orang berpikir, burnout adalah masalah pekerjaan.

“Sebenarnya, kami menemukan, stres yang dialami di tempat kerja atau di rumah dapat memicu roda kejenuhan. Analisis kami menunjukkan, kejenuhan juga dapat berkembang sebagai akibat dari kecenderungan ciri-ciri kepribadian, terutama perfeksionisme,” tambahnya.

Penulis buku Burnout: A Guide to Identifying Burnout and Pathways to Recovery itu mengungkapkan, orang dengan sifat perfeksionis biasanya adalah pekerja yang sangat baik karena mereka sangat dapat diandalkan dan teliti.

“Namun, mereka juga rentan terhadap burnot karena menetapkan standar yang tidak realistis dan tak henti-hentinya untuk kinerja mereka sendiri, yang pada akhirnya tidak mungkin untuk dipenuhi,” ungkapnya.

Sebuah studi tahun 2017 dari Thomas Curran dan Andrew P. Hill, mengeksplorasi peningkatan perfeksionisme pada kelompok kelahiran 1989-2016. Keduanya mendefinisikan tiga jenis perfeksionisme yang berbeda.

Pertama, perfeksionisme berorientasi diri, ini didefinisikan sebagai mementingkan irasional untuk menjadi sempurna, memiliki harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri, dan memegang evaluasi diri yang menghukum.

Kedua adalah perfeksionisme yang ditentukan secara sosial ketika individu percaya bahwa konteks sosial mereka terlalu menuntut, orang lain menilai mereka dengan keras, sehingga mereka harus sempurna untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain. Dan, terakhir, perfeksionisme yang berorientasi pada orang lain terjadi ketika individu memaksakan standar yang tidak realistis pada orang-orang di sekitar mereka dan mengevaluasinya secara kritis.