Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pancasila Kerap Jadi Alat Gebuk Antar Pihak yang Berseberangan, Ini yang Seharusnya Dilakukan

Redaksi
×

Pancasila Kerap Jadi Alat Gebuk Antar Pihak yang Berseberangan, Ini yang Seharusnya Dilakukan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pelaksanaan dan pengamalan Pancasila saat ini terdapat situasi kontraproduktif dan harus dikritisi. Hal itu disampaikan Prof. Dr. Didik J. Rachbini dalam Forum Ekonomi Politik Didik J. Rachbini yang digelar melalui Twitter Space, Rabu (17/11/2021).

Didik J. Rachbini mengatakan, Pancasila seakan-akan telah dijadikan alat untuk memukul pihak-pihak yang dianggap berseberangan pendapat dengan kekuasaan, dan juga ada upaya membenturkan agama dengan Pancasila.

Didik mencontohkan kondisi paling aktual adalah ketika ketua BPIP sendiri pernah menyatakan agama berpotensi menjadi musuh terbesar Pancasila.

“Pancasila sebetulnya adalah payung yang dapat menaungi semua pandangan kelompok agama dan keyakinan lainnya di Indonesia. Agama pun tidak mengajarkan umatnya untuk menjadi kriminal dan menjadi musuh dasar falsafah negara, kecuali sekelompok kecil kaum yang menyelewengkan agama menurut kepentingannya,” kata Didik dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi, Kamis (18/11/2021).

Didik juga mengungkapkan bahwa dalam sejarah yang tertulis, tidak pernah Soekarno menelurkan perkataan bahwa Pancasila akan dapat menggantikan agama atau kepercayaan lain di Indonesia.

Didik juga mengingatkan munculnya gejala pihak tertentu yang hendak menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mendiskreditkan pihak lain.

“Presiden Jokowi harus berhati-hati dengan pihak di kanan kirinya, yang hendak menggunakan isu Pancasila guna kepentingan diri dan kelompoknya. Sebab kalau presiden diam saja, maka dikhawatirkan presiden akan didiskreditkan,” jelasnya.

Positioning Pancasila

Peneliti dan mantan Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Kuswanto MS menyatakan adanya dua problem pokok soal posisi Pancasila yakni positioning Pancasila dalam konteks ketika dasar negara tersebut lahir terkait eksistensi ideologi dan keyakinan agama beserta sistem nilai yang terdapat di dalamnya.

“Sampai sekarangpun semestinya pemahaman dan penyamaan positioning Pancasila tersebut harus selalu dilakukan dengan dialog-dialog yang dialogis dan tidak menuruti ego sektoral kekuasaan dalam penafsiran tunggal Pancasila,” ujarnya.  

Ketika memasuki fase positioning tersebut, Kuswanto menyatakan kemungkinan ada 3 kelompok yang bersikap.

“Pertama, mereka yang tidak paham lalu mengambil jalan kontra produktif melakukan resistensi masif , kedua mereka yang paham tetapi sebenarnya tidak menyetujui, dan ketiga mereka yang tidak mau tahu, tetapi memanfaatkan posisinya untuk menghantam kelompok yang dianggap berseberangan,” jelasnya.  

Problem Kedua menurut Kuswanto adanya persoalan aktualisasi pengamalan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya bisa mandiri dan tidak bercampur aduk dengan sistem nilai yang terdapat pada agama-agama.

“Karena, Pancasila pasti tidak punya sistem nilai yang lengkap dan menyeluruh seperti yang dimiliki oleh agama-agama. Dalam penafsiran Pancasila, agama pasti kembali pada sistem nilai tersendiri yang dimilikinya. Dan itu harus dimoderasi secara baik oleh para pemuka agama,” terangnya.

Pentingnya Pengamalan Nilai-nilai Pancasila

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Pipip A. Rifa’i Hasan, Direktur Paramadina Graduate School of Islamic Studies menyatakan ada hal yang dapat diidentifikasi dari kesepakatan nasional yang diwariskan oleh para founding father tentang Pancasila.

“Posisi Pancasila yang sudah jelas sebagai dasar negara, hasil dari pergulatan pemikiran berbagai macam kubu agama dan kelompok kebangsaan yang mencapai kata sepakat,” ujarnya.

Pipip menggarisbawahi pentingnya pengamalan nilai-nilai yang terkandung Pancasila