Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pandangan Awalil Rizky tentang Anggaran Pendidikan Kita

Redaksi
×

Pandangan Awalil Rizky tentang Anggaran Pendidikan Kita

Sebarkan artikel ini

Anggaran pendidikan selama ini harus 20 persen dari volume APBN. Tetapi, bagaimana realisasi dan hasilnya?

BARISAN.CO – Dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen 4 dijelaskan, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN serta dari APBD guna memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Ekonom Awalil Rizky mengatakan, anggaran pendidikan dalam UUD berbeda dengan anggaran antar kementerian, misalnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dia menjelaskan, anggaran pendidikan sifatnya tematik yang dimasukkan ke dalam kelompok pendidikan. Sedangkan, anggaran kementerian berupa anggaran Kementerian/Lembaga.

“Anggaran pendidikan itu berupa belanja pada beberapa kementerian. Jadi, misalnya Kementerian Agama, Kemendikbudristek, dan ada beberapa lembaga yang total keseluruhannya disebut dengan anggaran pendidikan,” kata Awalil pada Selasa (16/8/2022).

Menurutnya, selama ini harus 20 persen dari volume APBN.

“Dalam rencana diusahakan selalu demikian agar tidak melanggar hukum. Tetapi, ada sedikit permasalah pada realisasinya. Selaama tahun 2020 dan 2021 ketika direncakan anggaran pendidikan itu 20 persen lebih, tapi ketika direalisasikan 19 persen,” ujarnya.

Masalah lainnya adalah, anggaran pendidikan itu tidak selalu belanja, bisa berupa investasi.

“Umpamanya, pemerintah menyisihkan dana untuk LPDP dan ada beberapa jenis terkait hal-hal lain, masuk ke dalam nominal yang menggenapi 20 persen. Termasuk, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan punya beberapa kegiatan atau sekolah,” tambahnya.

Sehingga, Awalil menyampaikan, tidak bisa memastikan dari 20 persen itu.

“Kemudian, gaji guru PNS daerah, maka dengan cara begitu maka kita tidaklah bisa ikut perbincangan dunia. Negara ini anggaran pendidikannya berapa karena pengertian anggaran pendidikan di Indonesia terlalu lebar,” lanjutnya.

Awalil menjelaskan, Kemendikbudristek atau BRIN atau kementerian lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian dan semacamnya masih bisa dihitung.

Sekitar 3 hingga 4 tahun lalu, Awalil pernah menghitung soal anggaran pendidikan ini. Dia menyebut, anggaran riset termasuk yang sangat rendah dari PDB.

“Sekarang saja kalau kita bicara kementerian, lebih besar Kepolisian daripada Kemendikbudristek yang mana pendidikan tinggi sudah ditambahkan ke sana. Kemendikbudristek ditambah BRIN itu masih tetap lebih besar Kepolisian. Kalau ditambah Kementerian Agama itu baru imbang, tapi kalau Kepolisian ditambah Kejaksaan dan seterusnya?” sambungnya.

Awalil mengungkapkan, dia tidak ingin stereotip dengan mengatakan, kepolisian dan hukum tidak penting.

“Tapi, boleh dong saya berargumen bahwa kita lebih memilih ketertiban, keamanan, jadi yang tertinggi berganti-ganti. Pertahanan, Kepolisian, memang ada PUPR, tapi beberapa tahun belakang jatuh ke posisi kedua atau ketiga,” jelasnya.

Namun, itu kurang lebih baru paparan dari fiskal sedangkan untuk hasilnya berbeda.

“Jadi, belum tentu juga dananya besar hasilnya bagus, tapi hampir bisa dipastikan kalau dananya kecil hasilnya tidak optimal. Kalau sesuatu dengan biaya yang besar itu potensi untuk hasilnya bisa optimal, meski pun tergantung belanjanya buat apa, risetnya apa, tapi kalau alokasinya kecil, sudah berat kan?” tegasnya.

Sebagai ahli fiskal, Awalil menyampaikan, alokasi fiskal lebih penting mengukur bagaimana perkembangan teknologi di negara tersebut.

“Negara dengan pengembangan teknologi yang bagus pasti dibackup oleh alokasi riset dan seterusnya. Juga, pendidikan SDM itu biasanya mengembangkan industri yang medium dan hig tech,” paparnya.

Awalil berpendapat, sementara Indonesia yang berkembang industri di RAPBN 2023 terdapat revalisasi industri.