Para analis menyebut Rusia telah menggunakan energi dan pangan sebagai senjata perang melawan embargo Amerika Serikat dan sekutunya di Uni Eropa. Ya, kebutuhan gas Uni Eropa disuplai dari Rusia. Begitu juga kebutuhan gandum dan pupuk dunia dipasok dari Ukraina, Rusia, dan sejumlah negara pecahan Soviet lainnya. Negara-negara penghasil pangan dunia mengimpor pupuk dari Rusia.
Badan Pangan PBB (FAO) menyatakan dalam laman resminya bahwa Federasi Rusia adalah eksportir utama pupuk. Sekitar 15 importir pupuk bersih di Amerika Latin, Eropa dan Asia memiliki ketergantungan impor lebih dari 30 persen pada pupuk Rusia. Di antaranya adalah Brasil, India, dan Uni Eropa.
Kondisi dunia yang tidak sedang baik-baik saja dan juga perang Rusia vs Ukraina yang belum ada tanda-tanda berakhir harusnya menjadi bahan pembelajaran dan juga perenungan bagi penguasa dan politikus serta elite di negeri ini.
Energi dan pangan bisa menjadi senjata yang paling mangkus dan sangkil. Tidak hanya untuk menundukkan sebuah negara tetapi dalam tataran regional dan juga internasional dampaknya sangat luas.
Awalnya sedikit yang menyangka bahwa perang Rusia vs Ukraina akan berdampak pada kelangkaan pangan di Timur Tengah, Eropa, Afrika dan Amerika Latin bahkan di Asia Tenggara sampai ke Indonesia. Hanya, karena Pelabuhan Odesa di Laut Hitam diblokade Rusia.
Juga seperti ditulis The New York Times, Ukraina kendati sebuah negara kecil ternyata di dalamnya sangat kaya dengan beragam pasokan pangan yang dibutuhkan dunia.
Ukraina adalah pengekspor gandum, barley, jagung, dan bunga matahari terkemuka. Tetapi karena pelabuhan diblok Rusia, pengirimannya anjlok setelah perang dimulai. Kondisi ini merusak jaringan distribusi makanan global yang sudah terganggu sejak awal lantaran panen yang buruk, kekeringan, gangguan terkait pandemi, dan perubahan iklim.
Kiranya, para pengambil kebijakan di negeri ini bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi di dunia sekarang. Sayangnya, politik pangan sampai saat ini hanya nyaring sebagai jargon. Food Estate pun hanya enak diucapkan tetapi pahit dalam kenyataan. Penguasa dan politikus pun lebih sibuk mempersiapkan Pemilu 2024 daripada memikirkan dampak krisis ekonomi dunia.
Ohya, apakabar minyak goreng yang masih mahal, pupuk yang mencekik petani serta Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyebar hampir ke separuh provinsi saja belum bisa ditangani.
Saya menunggu pernyataan dari Presiden Jokowi seperti yang diungkapkannya saat bertemu investor di Jepang dan Korea Selatan, “Telepon saya kalau menteri-menteri tak becus menyelesaikannya.” [rif]