BARISAN.CO – Semakin pesatnya kemajuan era globalisasi, teknologi digital menjadi garda terdepan sebagai pemicu perkembangan globalisasi. Pemanfaatan teknologi digital salah satunya menjadi pusat informasi bagi berbagai kalangan untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui peristiwa terkini yang terjadi di berbagai negara. Media sosial merupakan salah satu contoh di mana beragam informasi dapat ditemukan dengan mudah.
Roda informasi di media sosial terus berputar tanpa pernah berhenti. Informasi yang lumayan sering disimak oleh pembaca di Indonesia ialah pemberitaan mengenai kebijakan pemerintah. Dalam memaknai kebijakan dari pemerintah sendiri terkadang diperlukan jiwa nasionalisme yang murni agar dapat melihat dari sisi yang netral.
Dalam Serial Webinar Musyawarah Indonesia yang bertajuk “Meneguhkan Jiwa Bangsa Pada Generasi Digital” pada Kamis (12/08/2021) Ketua BEM Universitas Indonesia, Leon Alvinda Putra, menjelaskan nasionalisme tidak harus diinterpretasikan dengan bela negara dari serangan negara asing dan sebagainya, tetapi dapat menunjukkan sikap kepedulian terhadap kebijakan yang sekiranya merugikan bagi rakyat maupun negara itu sendiri. Sikap kepedulian ini juga merupakan wujud rasa cinta kepada tanah air Indonesia.
Pemanfaatan ruang digital untuk menunjukkan nasionalisme, dapat dilihat dari postingan Jokowi “King Of Lip Service” yang diposting oleh akun media sosial BEM UI. Menurut Leon, tujuan dari postingan itu ialah untuk mengingatkan bahwa banyak perkataan dari Presiden Joko Widodo tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan dan presiden seharusnya dapat memberikan kebenaran terkait pernyataan yang dikeluarkan.
Contohnya substansi pernyataan Pak Jokowi terkait tes wawasan kebangsaan. Jokowi menyampaikan hasil tes wawasan kebangsaan tidak serta-merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi kenyataannya, Di tanggal 25 Mei 2021 lalu, pimpinan KPK mengeluarkan pernyataan 51 orang pegawai KPK yang diberhentikan dengan alasan tidak jelas dan bertolak belakang dengan pernyataan pak jokowi.
Dari hasil kajian BEM UI mengenai kasus di atas dan beberapa kasus lainnya, “Lip Service” dapat memberikan dampak negatif kepada kepada kehidupan berbangsa bernegara dan semakin mempersempit kebebasan berpendapat di ruang digital. Adanya kajian ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang diekspresikan secara digital.
Menurut Leon, Manfaat ruang digital lain ialah mudahnya menyebar informasi. Postingan King Of Lip Service yang diunggah oleh BEM UI menjadi pemicu bagi mahasiswa lain untuk mengekspresikan pendapatnya mengenai berbagai kebijakan pemerintahan yang ada di Indonesia. Hal ini menjadikan fungsi ruang digital sebagai tempat kebebasan berpendapat semakin terpenuhi.
BEM UI sendiri selain menggunakan ruang digital sebagai gerakan vertikal, BEM UI juga menggunakanya untuk pemanfaatan gerakan horizontal. Seperti ajakan vaksin, meluruskan hoax, informasi rumah sakit, dan infomasi lainnya. Gerakan horizonal ke masyarakat ini merupakan satu bentuk nasionalisme dengan memanfaatkan ruang digital
“Ruang digital juga memudahkan kita untuk bersolidaritas dan berkomunikasi. Salah satunya yaitu ketika ada salah satu teman di DO, kita bisa mendapatkan informasi secara cepat dan bisa langsung bersolidaritas dengan membuat siaran pers atau menyatakan sikap,” ujar Leon.[]