Contoh lain adalah data jumlah pekerja keluarga atau tidak dibayar. Mereka yang bekerja membantu orang lain atau keluarga namun tidak dibayar dicatat oleh BPS sebagai bekerja. Akibat pandemi, jumlahnya meningkat dari 14,76 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 18,32 juta orang pada Agustus 2020. Hanya sedikit menurun menjadi 17,93 juta orang pada Agustus 2021.
Ketiga, kondisi kemiskinan. Jumlah penduduk miskin melonjak dari 24,79 juta orang pada September 2019 menjadi 27,55 juta orang pada September 2020. Dan nyaris tidak berkurang pada Maret 2021 yang sebanyak 27,54 juta orang. Tingkat kemiskinan atau persentase penduduk miskin pun masih bertahan sebesar 10,13% pada Maret 2021.
Sayangnya, BPS tidak memublikasi data tentang jumlah penduduk miskin menurut statusnya. Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, BPS menyajikan data tentang mereka yang tergolong Hampir Miskin (HM) dan Rentan Miskin Lainnya (RML). Jumlah penduduk miskin ditambah HM dan RML pada tahun 2019 mencapai 92 juta orang. Kuat dugaan, kelompok HM dan RML ini meningkat pesat karena dampak pandemi.
Keempat, kondisi kredit perbankan. Laju kredit perbankan mengalami kontraksi pada tahun 2020, dan masih berlanjut hingga Juni 2021. Baru mulai sedikit menggeliat atau tumbuh di kisaran 1% (y-on-y) selama beberapa bulan terakhir. Laju kredit perbankan sebelum pandemi antara lain sebagai berikut: 6,08% (2019), 11,75% (2018), 8,24% (2017), 7,87% (2016), 10,44% (2015), 11,58% (2014). Bahkan, di atas 20% pada periode 2010-2013.
Kelima, kondisi penjualan riil, yang datanya antara lain disajikan oleh hasil survei Penjualan Eceran dari Bank Indonesia. Indeks penjualan riil (IPR) beberapa bulan terakhir memang membaik namun masih berfluktuasi. IPR pada September 2021 sebesar 189,5 turun dari Agustus 2021 yang sebesar 192,5. Masih jauh lebih rendah dari Desember 2019 yang mencapai 235,1.
Secara lebih khusus, IPR kelompok sandang mengindikasikan pemulihan belum terjadi secara cukup berarti. Penjualannya bisa dikatakan mencerminkan “daya beli” sebagian besar rakyat Indonesia. IPR kelompok sandang hanya sebesar 57 pada September 2021. Bandingkan dengan September 2019 yang mencapai 160,8. Oleh karena tahun dasar yang diambil adalah bulan Januari 2010. Bisa dikatakan, penjualan eceran riil kelompok sandang terkini hanya sebanyak 57% nya dari waktu itu.
Keenam, kondisi keyakinan konsumen yang antara lain ditunjukkan oleh survei konsumen dari Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober 2021 memang mencapai 113,4 atau berada dalam zona optimis. Namun perlu diingat bahwa sejak April 2020, baru empat kali IKK masuk zona optimis. Dan sangat fluktuatif atau masih mudah masuk kembali ke zona pesimis. Padahal, IKK sebelum pandemi selalu berada pada zona optimis.
Catatan lain atas IKK berupa komponen pembentuknya yang terdiri dari Indeks kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi ekonomi (IEK). Dalam hal IKE atau penilaian konsumen atas kondisi saat ini dibanding 6 bulan lalu, masih dalam zona pesimis. Namun, mereka telah optimis melihat 6 bulan ke depan.
Komponen IKE dan IEK yang penting terkait dengan penilaian atas kondisi ketersediaan lapangan kerja. Konsumen atau masyarakat masih pesimis dalam menilai kondisi saat ini. Hal ini telah terjadi sejak bulan Februari 2020. Namun, mereka optimis atas ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan mendatang.
Bagaimanapun, dinamika IKK dan komponennya masih belum cukup mencerminkan telah terjadi pemulihan ekonomi yang benar-benar berarti. Nilainya masih sangat berfluktuasi, dan ditopang oleh harapan ke depan saja.