BARISAN.CO – Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran terberat pada bayi. Ini dapat berupa tuli sebagian maupun total yang disebabkan oleh riwayat kehamilan dan kelahiran. Menurut WHO, terdapat 38.000 anak yang lahir tuli setiap tahunnya di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, terdapat 0,1% tuli kongenital untuk setiap angka kelahiran hidup.
Gangguan pendengaran merupakan gangguan sensorik yang menyerang saraf. Sehinga gangguan sensorik sering ditemukan yang mempengaruhi saraf karena adanay gangguan konduktif (penghantaran suara), atau campuran keduanya. Tuli kongenital ini berbahaya bagi anak karena dapat mengganggu perkembangan bicara, kognitif, maupun sosial anak.
Menurut Hably Warganegara, dokter spesialis THT, bedah kepala dan leher Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, di Indonesia terdapat sekitar 5.000 bayi yang lahir dengan risiko penyakit ini setiap tahun. Sayangnya, gangguan ini tidak dapat langsung dideteksi.
Cara mudah mendeteksi
Hably menjelaskan cara sederhana bagi orang tua untuk mendeteksi gangguan ini pada bayi. Menurutnya, hal pertama yang akan dialami anak adalah ketidakmampuannya untuk berbicara di usia lebih dari satu tahun.
“Umumnya, anak usia satu tahun sudah bisa berbicara. Kalau mereka mengalami kesulitan untuk mengucap kata, misalnya ‘mama’ dan ‘papa’ saja, ada kemungkinan bahwa ia mengalami tuli kongenital,” katanya seperti dirilis Tempo.
Selain belum bisa berbicara, cara lainnya adalah memperhatikan refleksnya terhadap suara. Menurut dokter Hably, penderita tuli kongenital akan menunjukkan refleks moro atau kaget saat mendengar suara yang keras.
“Kagetnya itu selain badannya bergetar dan kedua tangannya juga akan ikut terangkat,” katanya.
Lebih dari itu, hal lain yang dapat orangtua deteksi adalah kebiasaan bayi untuk auropalpebra atau sering mengejapkan mata, grimacing atau mengerutkan wajah, berhenti menyusu, bernapas, dan ritme jantungnya menjadi lebih cepat.
Namun, untuk memastikan kebenarannya, dokter Hably pun menyarankan untuk melakukan skrining pendengaran otoacoustic emission atau OAE adalah skrining pendengaran untuk menilai sela rambut yang terdapat di rumah siput.
Penanganan tuli kongenital
Apabila gejala yang nampak pada anak atau anak terlanjur mengalami kondisi ini. Maka penanganannya melibatkan tim medis yang terdiri atas dokter THT, audiologist, dan dokter anak. Anak yang tidak tertangani sampai usia 2 tahun dapat timbul gangguan berbicara, menulis, dan interaksi sosial yang kurang.
Sebaiknya, penanganan gangguan pendengaran dilakukan sebelum usia 6 bulan atau dimulai sesegera mungkin. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pemakaian alat bantu dengar atau implan koklea. Dengan penanganan yang tepat dan cepat, penderita gangguan pendengaran kongenital dapat tumbuh normal dan mengejar ketinggalan perkembangan yang dialami.