BARISAN.CO – Dalam menjalankan bisnis, mulai dari kelas mikro hingga menengah dan ke atas, tentunya modal sangat dibutuhkan. Itu dapat menunjang mulai dari kegiatan produksi, operasional bisnis, hingga demi menjaga cashflow perusahaan ataupun startup.
Modal itu sendiri haruslah kuat, sebab berkaitan dengan upaya perusahaan meraih laporan keuangan yang positif—dan hal ini sering kali menjadi alasan kuat para investor untuk kemudian melirik perusahaan tersebut.
Cukup banyak alternatif untuk mendapat tambahan modal. Tapi pada umumnya, kredit ataupun utang sering dijadikan pilihan.
Dan dalam kaitannya pengelolaan utang, kita sering mendengar istilah ‘rasio solvabilitas’. Secara ringkas, ini merupakan cara perusahaan memaksimalkan peranan manajemen keuangan untuk mengukur sejauh mana kemampuannya dalam menjalankan bisnis dan membayarkan kewajibannya.
Apa itu Rasio Solvabilitas?
Rasio solvabilitas adalah pendekatan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban ataupun utang. Ia bisa berlaku pada utang jangka pendek maupun jangka panjang.
Perusahaan manapun pastilah ingin sustain. Maka, diperlukan penanganan terhadap kewajiban-kewajiban perusahaan agar itu tidak memberatkan sisi keuangannya.
Memang utang memiliki citra yang terbilang negatif. Tetapi, utang adalah bagian penting dari cara perusahaan mengelola supply modal agar perusahaan bisa lebih tumbuh dengan pemanfaatan yang efektif dan terkelola secara baik.
Justru dalam sejumlah teori ekonomi, utang menjadi presentasi progresivitas yang positif bagi keuangan perusahaan apabila mampu melakukan pembayaran utang secara komitmen. Bahkan dalam dunia keuangan, istilah beban utang sering diterjemahkan sebagai leverage atau pengungkit.
Dengan adanya utang, prinsip bisnis ditujukan memberdayakan modal dari utang untuk mencapai penghasilan yang besar. Sehingga keterjaganya rasio profitabilitas dan juga rasio likuiditas diperhatikan.
Debt-to-Asset
Dengan mendalami rasio solvabilitas, perusahaan akan lebih dapat memantau seberapa besar utangnya ataupun seberapa besar fix asset yang dimilikinya. Oleh karena itulah hasil perbandingan antara utang terhadap total aset dapat dijadikan tolok ukur penting.
Dengan melihat bahwa aset merupakan aktiva tetap yang terhimpun dari transaksi-transaksi, maka, laporan rasio solvabilitas ini bisa digunakan sebagai rujukan atas perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan. Rumusan sederhananya yaitu total utang : total asset.
Contoh teknik perhitungannya sebagai berikut:
DR (Debt Ratio) = Debt : Asset x 100%
DR (Debt Ratio) = 4006 : 10800 x 100% = 0,37 (37%)
Dibaca bahwa dari total keseluruhan aset perusahaan saat ini 37% di antaranya bersumber dari utang. Dan 63% asset adalah fix asset milik perusahaan.
Dalam analisis hasilnya apabila debt-to-total asset menunjukkan angka rendah, maka akan dipandang positif oleh investor karena terkait tingkat keamanan dari risiko likuidasi. Begitupun sebaliknya, apabila rasio debt-to-asset yang tinggi maka cenderung akan menimbulkan citra yang kurang baik bagi investor.
Namun, hal itu akan masih dipandang positif jika laporan laba rugi perusahaan menunjukkan laba bersih jauh lebih besar dari bunga utang yang harus dibayarkan. Karena, hal ini berkaitan performa perusahaan baik dalam menjaga pembayaran kewajiban dan mampu menghasilkan margin profitabilitas yang tinggi. Sehingga ringkasnya yaitu total utang : total ekuitas.
Debt-to-Equity
Debt-to-equity Merupakan sebuah perhitungan solvabilitas atas dasar perbandingan besaran nilai utang perusahaan terhadap ekuitas. Perlu diketahui bahwa ekuitas sangat berbeda dengan aset. Ekuitas adalah hak residual milik perusahaan atas aset setelah dibebaskan semua dari nilai liabilitas (modal bersih), yang mana mengacu dengan prinsip-prinsip akuntansi, rumus sederhananya yaitu: