BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo resmi mengajukan Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal pengganti Kapolri Idham Aziz.
Listyo Sigit Prabowo merupakan lulusan Akademi Polisi (Akpol) tahun 1991. Ia menjadi calon yang paling junior di antara empat nama lainnya. Adapun calon paling senior, Komjen Arief Sulistyanto, ialah angkatan 1987. Artinya, Listyo terpilih dengan melewati 4 angkatan di atasnya.
Selain itu, Listyo juga melewati 3 lulusan Akpol terbaik peraih Adhi Makayasa, yaitu: Komjen Rycko Amelza Dahniel (1988); Irjen Ahmad Dofiri (1989); dan Irjen Herry Rudolf Nahak (1990).
Listyo sendiri bukan merupakan lulusan terbaik di angkatan 1991, melainkan Irjen Wahyu Widada yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Aceh.
Keputusan Presiden Jokowi tak lepas kritik. Ini adalah kali kedua Jokowi memotong generasi polisi, setelah sebelumnya terjadi saat pengangkatan Tito Karnavian.
Menurut pengamat kepolisian Bambang Rukminto, dikutip dari Tempo, hal ini bisa menjadi hambatan psikologis bagi pejabat lainnya untuk bersifat profesional. Begitupun kultur di mana hubungan baik antara junior dan senior akan terkesampingkan.
“Semangat membangun karir dengan prestasi akan menurun, dan justru tergantikan dengan berlomba-lomba merapat ke politisi.” Kata Bambang Rukminto.
Menjadi rahasia umum, bahwa Listyo Sigit Prabowo punya kedekatan dengan Presiden Jokowi. Ia pernah menjabat Kapolres Surakarta saat Jokowi menjadi Wali Kota periode kedua di sana. Sesudah itu, fase kedekatan berlanjut di 2014, Listyo diangkat sebagai ajudan presiden saat Jokowi memenangkan Pilpres.
Sejak 2014 sampai 2019, Listyo Sigit naik pangkat dari semula Komisaris Besar dan berakhir Komisaris Jenderal. Artinya, Listyo mendapatkan 3 bintang dalam selang 5 tahun.
Integritas & Profesionalisme
Di satu sisi, menarik melihat bagaimana beberapa kalangan mengglorifikasi latar belakang Listyo Sigit yang beragama non-muslim. Bagi mereka, ini ditafsir sebagai cara Presiden Jokowi mengirim pesan pluralisme dan toleransi beragama kepada khalayak luas.
Padahal, tanpa diajari dan tanpa harus diumumkan, polisi sudah sejak lama mengerti soal-soal kebhinekaan maupun toleransi. Bahkan—kalau terpilih—Listyo bukanlah Kapolri pertama yang beragama non-muslim. Ada sebelumnya Kapolri Widodo Budidarmo (1974-1978) yang beragama nasrani.
Justru yang menjadi sumber pertanyaan adalah proses Presiden Jokowi memilih Listyo. Selain menampakkan faktor ‘konco’, Presiden Jokowi dinilai kurang partisipatif, dengan tidak melibatkan lembaga lain seperti KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan direktorat Jenderal Pajak dalam memilih kandidat Kapolri.