Scroll untuk baca artikel
Terkini

Pertamina Harus Menata Manajemen Risiko Industri TBBM Plumpang

Redaksi
×

Pertamina Harus Menata Manajemen Risiko Industri TBBM Plumpang

Sebarkan artikel ini

Pertamina harus menata dua hal, yaitu manajemen risiko di lingkungan sekitar dan dari sisi perusahaan perlu memikirkan ulang bagaimana mereka membangun sistem ulang dan tidak hanya menyalahkan human error.

BARISAN.CO – Muhammad Huda dari Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu menceritakan awal kejadian terjadinya peristiwa kebakaran Plumpang beserta kondisi masyarakat saat ini dan sejarah konflik agraria di kawasan Tanah Merah.

“Awal kejadian, terdapat bau menyengat hingga warga mengalami muntah. Mereka bertanya-tanya bagaimana sistem keamanannya. Selama tinggal di Tanah Merah, pihak Pertamina tidak pernah ada yang namanya CSR. Artinya tidak ada mitigasi bencana di lingkungan sekitar, seperti informasi jalur evakuasi. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat sebagai bentuk early warning system,” ucapnya pada acara Seri Diskusi #GenerasiTangguh “Kebakaran Depo Plumpang; Ancaman Bencana Industri di kota” yang diselenggarakan Indonesia Resilience, Sabtu (11/3/2023)

Hafidz Affandi dari Sustainability Learning Center (SLC) mengatakan dalam setiap tragedi bencana yang perlu diselamatkan adalah korban dan manusia. Jangan diseret ke politis,

“Pertamina harus segera menyelamatkan manusia. Selain itu korporat, holding juga harus turun tangan. Kedua, masalah agraria harus ada putusan politik,” imbuhnya.

Hafidz menyampaikan bahwa Pertamina harus menata dua hal, yaitu manajemen risiko di lingkungan sekitar dan dari sisi perusahaan perlu memikirkan ulang bagaimana mereka membangun sistem ulang dan tidak hanya menyalahkan human error.

Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Resilience Hari Akbar Apriawan mengatakan dalam konteks bencana, kita tidak bisa memindahkan masyarakatnya. Ketika relokasi di wilayah tersebut, maka kita akan menghilangkan ekonomi, tempat tinggal, budaya, dan lain-lain.

“Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kapasitas di masyarakat agar dapat menjauhi ancamannya,” sambungnya.

Hari Akbar Apriawan berharap kejadian kebakaran di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM)  Plumpang dapat menjadi titik balik dalam membangun kesadaran kolektif untuk memastikan sistem bisnis berkelanjutan di perusahaan-perusahaan yang memiliki risiko tinggi.

“Perusahaan perlu melakukan investigasi dan audit internal atas kejadian tersebut. Di sisi lain, perlu menjadi perhatian bagi para stakeholder utamanya perusahaan, masyarakat, dan pemerintah daerah, untuk bersama-sama membangun kesadaran tanggap bencana yang partisipatif dan responsif di lingkungan industri berisiko tinggi, terutama yang terkait pencegahan dan mitigasi bencana,” pungkasnya.