Alam dalam pandangan ekotheologi telah didesakralisasi oleh manusia modern. Alam hanya dipandang sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin untuk kepuasan manusia.
Alam tidak lagi dipandang seperti seorang wanita yang dinikahi, dimana laki-laki mendapat kebaikan dan sekaligus memikul tanggung jawab. Alam di tangan manusia modern, telah menjadi seperti seorang “pelacur,” dimanfaatkan namun tanpa ada arti kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya.
Sekulerisme modern telah menyingkirkan Tuhan dan sebagai gantinya,merebaklah paham rasionalisme, humanisme, dan saintisme yang mengisi ruang hampa yang telah ditinggalkan Tuhan. Kesemuanya ini tumbuh subur di atas pengandaian bahwa manusia menempati posisi supremasi di atas alam.
Krisis ini pada kenyataannya bukanlah krisis ekologis belaka, melainkan juga krisis nilai dan pemaknaan dari manusia itu sendiri terutama mengenai hidup secara menyeluruh. Dengan demikian, krisis tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari kosmos. Karena prinsip kosmos adalah keseimbangan dan ke saling melengkapi, maka krisis ekologis saat ini lebih tepat disebut sebagai krisis keseimbangan dan teralienasinya manusia dari entitas lain di alam semesta. Krisis sekarang tentang nilai hidup memang sudah sangat terasa mendalam.
Akhirnya, Sains dan teknologi saja tidaklah cukup dalam upaya penyelamatan lingkungan yang sudah sangat parah dan mengancam eksistensi serta fungsi planet bumi saat ini. Permasalahan lingkungan bukan hanya masalah ekologi semata, tetapi sudah menyangkut masalah teologi. “Teologi” dalam konteks ini adalah cara “menghadirkan” yang sakral dalam setiap aspek kegiatan manusia.
Theologi dapat pula dimaknai sebagai konsep berpikir dan bertindak yang selalu dihubungkan dengan “Yang Gaib” yang menciptakan sekaligus mengatur manusia dan alam semesta. Umat Islam harus kembali pada pandangan bahwa alam semesta bersifat holistik dan saling berhubungan yang komponennya adalah Sang Pencipta alam dan makhluk hidup (termasuk manusia itu sendiri ).
Alam dan manusia merupakan cermin“wajah Ilahi” yang entitasnya suci yang selalu bertasbih pada-Nya. Dan umat Islam harus memelopori kembali pada doktrin Tauhid yang merupakan sumber nilai sekaligus etika utama sebagai dasar kearifan ekologi.