BARISAN.CO – Menurut hasil survei jumlah penggguna dan penetrasi internet 2019-2020 (Q2) yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan jika 73,7 persen masyarakat Indonesia telah terhubung dengan internet.
Berdasarkan proyeksi BPS di tahun 2019, jumlah populasi masyarakat ialah 266 juta jiwa sehingga pengguna internet di Indonesia sebesar 196,7 juta pengguna.
Jika menilik sejarah, petisi online pertama yang sukses adalah petisi ke New York Mets dengan tujuan untuk merekrut agar merekrut kembali penangkap Mike Piazza sebagai agen bebas yang ditulis selama musim panas 1998.
Petisi tersebut dipublikasikan oleh situs GeoCities dan disebarkan melalui berbagai newsgroup serta email. Melalui cara ini, mereka berhasil mengumpulkan 10.316 tanda tangan. Salinan petisi tersebut kemudian didokumentasikan melalui artikel surat kabar, dan file suara dari Mike Phillips yang mengumumkan penandatanganan Piazza selama tujuh tahun
Sedangkan petisi online dengan jumlah terbesar dari tanda tangan terverivikasi terhadap petisi resmi pemerintah dipecahkan di Inggris yang menyerukan Cabut Pasal 50 dan tetap berada di UE yang memiliki lebih dari 6 juta tanda tangan hingga 31 Maret 2019. Adapun untuk rekor internasional petisi online yang paling sukses dipegang oleh petisi Change.org yang berkaitan dengan kematian George Flyod yang pada Juli 2020 terdapat 19,3 juta tanda tangan dan terus bertambah.
Situs Change.org dengan tagline-nya wadah dunia untuk perubahan terlihat ada 435 juta orang berpartisipasi dalam perubahan. Berbagai bentuk petisi pun muncul setiap harinya mulai dari isu lingkungan, politik, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Kemudahan pun ditawarkan bagi siapapun yang ingin memulai petisi secara gratis, namun dibalik itu semua, petisi online ini dirasa masih kurang berdampak bagi perubahan khususnya di Indonesia.
Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, petisi online seperti ini disediakan oleh Kantor Kepresidenan. Di Inggris, petisi umumnya ditujukan dan ditampung oleh parlemen bahkan bisa menjadi pertimbangan untuk perdebatan di parlemen. Indonesia sendiri belum mengatur petisi online seperti negara maju.
Daftar Petisi yang Banyak Pendukung, Namun Tak Jua Dianggap
1. Petisi Tolak OmnibusLaw
Ada berbagai model petisi yang ada di Change.org, salahsatunya ialah Maklumat Pemuka Agama Indonesia: Tolak Omnibus Law dan Buka Ruang Partisipasi Publik”. Dari target 1.500.000, petisi ini telah ditandatangani oleh 1.403.413 orang. Bukan itu saja, selain petisi, para penolak Omnibus Law juga turun ke jalan di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia. Para penolak selain dari kalangan buruh, mahasiswa, aktivis, ada juga dari kalangan pelajar.
2. Petisi Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Dari target 75.000 orang, setidaknya ada 64.804 orang yang telah menandatangani petisi “Jangan Naikkan Iuran BPJS Kesehatan”. Memang dalam perjalanananya iuran BPJS sempat dibatalkan untuk naik bahkan kenaikan tersebut sempat ditolak oleh MA. Sayangnya, pemerintah tetap juga menaikkan iuran BPJS.
3. Drama Panjang RUU PKS
Sejak 2012, RUU PKS telah diusulkann oleh Komnas Perempuan. Tahun 2016, naskah akademik dari RUU PKS diserahkan ke DPR. Kemudian masuk Prolegnas (Program Legilasi Nasional) 2020. Namun sayangnya pada awal Juli 2020, dari 16 RUU yang dikurangi untuk Prolegnas Prioritas, salahsatunya ialah RUU PKS. Sejak 2014 hingga 2019 RUU PKS masuk ke dalam Prolegnas sebanyak 15 kali. Saat ini, RUU PKS kembali masuk Prolegnas 2021.
RUU PKS juga didukung oleh The Body Shop yang membuat petisi di website resminya. Dari target 500.000, saat ini telah ada 456.827 orang yang menandatangani petisi tersebut.
4. Revisi UU KPK
“Indonesia Bersih, Presiden Tolak Revisi UU KPK!’. Begitulah juudl petisi yang kini telah mencapai angka 500ribu lebih orang yang menandatangani petisi tersebut. Unjuk rasa pun dilakukan berjilid-jilid menolak revisi UU KPK dari koalisi masyarakat hingga mahasiswa. Dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019, RUU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) resmi disahkan menjadi UU.
Selain keempat petisi diatas, masih banyak petisi dan juga dilakukan beriringan dengan aksi turun ke jalan untuk menolak kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
Dalam sebuah jurnal “Pengaturan Petisi Online Dalam Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia” yang ditulis oleh Suci Oktaviani dan Komang Pradnyana Sudibya dari Fakultas Hukum Universitas Udayana tertulis pemerintah Indonesia sebaiknya membuat regulasi khusus yang mengatur mengenai petisi agar terdapat kejelasan mengenai pendapat atau aspirasi rakyat yang ada dalam situs yang resmi sehingga menimbulkan kepastian didalamnya serta dengan adanya situs resmi yang menampung aspirasi rakyat, ini menunjukkan bahwa pemerintyahj serius mendengarkan pendapat rakyat seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan petisi online sebagai sarana untuk memberikan aspirasi, sudah sepatutnya bagi pemerintah untuk memikirkan bahwa petisi online bukan semata untuk mengumpulkan tanda tangan semata melainkan juga agar suara mereka dapat didengar dan sampai ke telinga pemerintah dan menjadikan upaya tersebut diharapkan dapat memberikan perubahan sesuai dengan asas yang berlaku di tengah masyarakat kita. []
Diskusi tentang post ini