Scroll untuk baca artikel
Blog

Program B35 Pengaruhi Pasokan Minyakita, Pemerintah Perlu Adil Antara Kebutuhan Pangan dan Energi

Redaksi
×

Program B35 Pengaruhi Pasokan Minyakita, Pemerintah Perlu Adil Antara Kebutuhan Pangan dan Energi

Sebarkan artikel ini

Kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng subsidi Minyakita disinyalir salah satunya akibat berkurangnya suplai minyak sawit mentah atau CPO digunakan untuk program biodiesel B35.

BARISAN.CO – Implementasi bahan bakar minyak (BBM) Biodiesel 35 persen (B35) mulai berlaku pada Awal Februari 2023 ini. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang menerapkan biodiesel berkadar tinggi.

B35 adalah campuran bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME). Kadar minyak sawitnya 35 persen, sementara 65 persen lainnya merupakan BBM jenis solar.

Persoalan kemudian muncul karena di Indonesia, bahan baku biodiesel berasal dari minyak sawit. Meski sebetulnya selain CPO ada tanaman lain yang berpotensi untuk menjadi bahan baku biodiesel, seperti tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung, dan lain-lain.

Akibat dari persoalan tersebut, suplai minyak sawit mentah atau CPO untuk minyak goreng berkurang karena pengalihan penggunaan untuk program biodiesel B35 ini.

“Kita mengubah B20 jadi B35. B20 itu menyedot CPO 9 juta, begitu berubah jadi B35 jadi nambah 4 juta, jadi 13 juta disedot ya,” ucap Menteri Zulkifli, Senin, (30/01/2023).

Namun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. menepis tudingan program biodiesel B35 sebagai penyebab kelangkaan Minyakita. Airlangga menegaskan program biodiesel B35 tidak akan mengganggu pasokan minyak goreng dalam negeri.

“Kami tegaskan di sini, bahwa program B35 ini tidak akan mengganggu pasokan untuk minyak kebutuhan konsumsi. Karena di sini hadir Dirut BPDPKS dan ini menjamin bahwa ketersediaan minyak di dalam negeri mencukupi, kemarin sudah ditingkatkan dari kebutuhan 300.000 menjadi 450.000 KL. Jadi tentu suplainya berlebihan,” ucap Airlangga di Gedung Ali Wardhana, Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Perlu Adil Antara Kebutuhan Pangan dan Energi

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri meminta pemerintah berlaku adil dalam memprioritaskan kebutuhan pangan dan energi. Terutama terkait perbedaan harga CPO untuk biodiesel dan untuk produksi minyak goreng.

Menurut Faisal Basri, harga jual CPO untuk biodiesel yang lebih tinggi menimbulkan persaingan tidak sehat. Ini pengusaha lebih memilih menjual produknya ke produsen biodiesel.

“Apalagi ada insentif yang diberikan pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk penjualan CPO ke biodiesel B35,” ungkap Faisal dalam webinar yang diselenggarakan Satya Bumi dan Sawit Watch.

Dia menambahkan, “Kalau saya jual ke minyak goreng, saya enggak dapat subsidi dari BPDPKS. Inilah biang keladinya.”

“Jadi akar masalahnya kebijakan Pemerintah sendiri. Saya rasa di dunia tidak ada yang menerapkan kebijakan yang ugal-ugalan,” pungkasnya. [rif]