Dalam ilmu psikologi, dikenal dengan istilah trauma pengkhianatan. Dan, untuk bisa sembuh dibutuhkan waktu bertahun-tahun hingga seumur hidup.
BARISAN.CO – Kau tahu hal apa yang paling menyakitkan? Saat orang yang kita percayai, menikam kita dari belakang.
Rasanya, kau kesulitan bernafas. Tikaman itu meninggalkan luka yang tak kunjung dapat disembuhkan. Parahnya, luka itu bahkan membuatmu terpuruk dan kesulitan untuk kembali mempercayai seseorang.
Dalam ilmu psikologi, dikenal dengan istilah trauma pengkhianatan (betrayal trauma). Teori trauma pengkhianatan menunjukkan, kerusakan dalam hubungan keterikatan, seperti hubungan antara orang tua dan anak atau antara pasangan romantis dapat menyebabkan trauma yang bertahan lama.
Ada banyak bentuk pengkhianatan dalam kehidupan. Misalnya, saat kanak-kanak yang seharusnya mereka mendapatkan kasih sayang orang tua, namun mereka justru dianiaya baik secara fisik maupun emosional. Atau bisa juga mereka ditelantarkan. Saat berteriak kelaparan, anak-anak itu dicaci maki, dan lain sebagainya. Dalam hubungan romansa, seseorang diselingkuhi pasangannya.
Orang sering mengambil sikap dengan menjauhkan diri dari orang yang mengkhianati mereka. Namun, ketika misalnya, kebutuhan finansialnya bergantung pada pengkhianat, maka itu mungkin sulit dilakukan.
Untuk menyembuhkan luka, tidak bisa sekejap mata. Mengutip Inc, ada 12 tahapan yang perlu dilalui seseorang saat menjadi korban pengkhianatan, yaitu:
- Menolak kebenaran. Penolakan sering terjadi dalam perilaku penghindaran atau perilaku kecanduan, “Dia tidak mungkin melakukan itu kepadaku”. Kita mungkin terjatuh dalam penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol, makan berlebihan, atau menghindari situasi sama sekali dan menghapus sosok pengkhianat itu dari kehidupan kita. Ini hanya beberapa cara yang dirasakan seseorang ketika menyangkal pengkhianatan.
- Merasa kehilangan. Pengkhianatan adalah salah satu hal yang paling bisa menghancurkan seseorang. Kehilangan terjadi dalam banyak pengalaman dan keadaan, yang mana memengaruhi secara mendalam. Orang yang dikhianati pun demikian.
- Sakit seperti neraka. Apakah akibatnya diungkapkan entah melalui permintaan maaf atau diabaikan, tapi pengkhianatan itu sangat menyakitkan. Kita dapat sembuh, tapi itu harus melalui proses dan cara kita sendiri.
- Membangkitkan amarah. Kemarahan memang emosi yang buruk, namun terkadang perlu memahami akar penyebabnya. Kemarahan mungkin terasa seperti kekuatan, tetapi itu menjukkan betapa kita masih peduli dan punya perasaan.
- Hilangkan ilusi. Sebagian besar, menjalani kehidupan dengan berpikir bahwa inilah yang seharusnya terjadi. Jadi, ketika segala sesuatu tidak terjadi seperti yang diharapkan bak dongeng yang berakhir bahagian, ini bisa merugikan bahkan amat melemahkan.
- Memaafkan bukan berarti melupakan. Rasa sakit itu tidak akan lenyap dalam ingatan manusia. William Blake berkata, “Lebih mudah memaafkan musuh ketimbang teman”. Ketika peduli pada seseorang, kita tidak langsung menghancurkannya. Namun, kita akan terus mengingat perbuatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Terlebih, jika orang itu dalam satu lingkaran pertemanan, mungkin kita hanya akan tidak akrab dan mulai menjaga jarak dengan orang tersebut.
- Berjuang untuk kembali percaya. Kepercayaan, sekali hilang, tidak mudah dibangun lagi. Tidak dalam setahun, bahkan mungkin tidak seumur hidup. Sekali dilanggar, rasa percaya sulit didapatkan lagi.
“Ini menakutkan, bagaimana pengkhianatan tidak akan pernah membuatmu mempercayai seseorang lagi.” Garima Soni
- Alami semuanya dengan berbeda. Emosi dan rasa sakit selalu berdekatan, menunggu untuk mengingatkan kita bahwa semuanya telah berbeda. Jadi, kita harus belajar untuk mengatasi, mengendalikan, dan mencelanya.
- Berpegang pada keraguan. Saat seseorang mendekat, kita mungkin berpikir, “Apa benar dia tidak akan mengkhianati saya nantinya?” Keraguan ini menyebabkan rasa sakit yang hebat dan bahkan membunuh hubungan yang kuat. Ada beberapa hal yang lebih beracun dan jika kita pernah dikhianati, keraguan itu mungkin selalu muncul.
- Hidup dalam kesedihan. Saat terjadi pengkhianatan, kesedihan tidak langsung datang, namun secara bertahap. Saat seseorang berkhianat, sulit bagi kita melepaskan diri dari pemikiran jika seseorang itu mampu mengkhianati orang lain.
- Memutuskan rantai. Kita mungkin mulai merasa seperti korban, tetapi pada waktunya akan menyadari kekuatan untuk memutuskan rantai perilaku buruk.
- Menerima kenyataan. Dalam hidup ini tidak ada satu pun yang sesuai rencana manusia. Kehidupan bagai roller coaster yang siap membuat kita berteriak ketakutan. Namun, yakinkan diri sendiri untuk tidak menyakiti diri sendiri dan terimalah kenyataan.
Pada akhirnya, life must go on. Sesulit apa pun pengalaman yang kita alami di masa lalu, itu bagian dari perjalanan. Tidak ada satu pun yang ingin merasakan sakit akibat dikhianati. Namun, pengalaman itu bisa membuat seseorang menjadi lebih tangguh dari sebelumnya.
Jika kamu berhasil melaluinya, berterimakasihlah pada dirimu sendiri karena telah bertahan selama ini melalui badai kehidupan yang tak satu orang pun siap menghadapinya. Pejamkan mata, dan ingat petuah novelis, Mary Balogh, “Suatu hari kamu akan belajar bahwa cinta tidak selalu mengkhianatimu.” Badai akan berlalu dan orang baru telah menunggu. [rif]