Scroll untuk baca artikel
Sastra

Puisi Tidak Ada Matinya: Kesaksian untuk Martin Suryajaya

Redaksi
×

Puisi Tidak Ada Matinya: Kesaksian untuk Martin Suryajaya

Sebarkan artikel ini

Seseorang berdiam dalam word
Dan berpikir lama tentang alam semesta
Dalam sebuah jarak yang memisahkan Batavia dari Jakarta
Sebuah kolera yang dikemas dalam zip
Dititipkan pada laut dalam format A5
Seseorang seperti sedang menulis
Di pusat basin yang ditenggelamkan virus-virus
Seekor tahun dalam abad-abad enskripsi
Membicarakan kekekalan alam semesta
Seperti sebuah tangan yang memancing
Sebuah gaung dari dunia: no result found


ANEHNYA PARA ekor Yusrizal justru diterima 100 penyair. Ekor puisi seperti puisi penyair kanon wanita (Rina Novita Herliany), seperti satu baid puisi ini:

perempuan dalam kurung spasi memikat basah malam koma
adalah sebuah tanda tanya tidak ada yang memberi spasi masuklah
dalam tubuhku enter
masuklah lewat jantung hatiku enter

Itulah puisi ekor dari penyair yang acap menjadi duta sastra ke berbagai negara, tapi konon puisinya sejak awal didandakke, dibikinin, sehingga kini mungkin dia tidak bisa berpuisi lagi sebab sudah bercerai dengan tukang ngebikininnya. Sehingga entah sampai di mana ambisi kanonnya untuk menjadi penyair besar dunia. Sekaligus inilah kenyataan dunia kanon sastra kita yang sungguh memprihatinkan bagi penyair obskur.

Kini mereka ada yang menyatakan pensiun sebab hilangnya kewibawaan kanon. Lebih fatal yang bicara: penyair akan meninggalkan puisi, dan puisi akan mati.

Ya, puisi tidak saja akan dihilangkan contentnya, tapi mau sekalian dimatikan. Pada kenyataannya dunia maya menunjukkan: setiap orang bisa menjadi penyair!

Untuk itu saya perlu membacakan puisi Sutardji Calzoum Bachri paling lucu:

LUKA
Ha ha !

NB: Kalau ada yang bilang 3T adalah novel, drama, kritik olok-olok, film kekgoblog bingit yak (kebanyakan masturbasi kelees) — benarlah kalau dikatakan, buku puisi Martin adalah sandiwara olok-olok penyair obskur kepada penyair kanon. Bertepatan di Hari Kemerdekaan RI. MERDEKA!***

*Eko Tunas; Penyair tinggal di Kota Semarang, asli orang Tegal.