Scroll untuk baca artikel
Blog

Risiko Gagal Bayar Utang dalam RAPBN 2022

Redaksi
×

Risiko Gagal Bayar Utang dalam RAPBN 2022

Sebarkan artikel ini

Posisi utang pada akhir 2022 diprakirakan mencapai Rp8.123,6 triliun. Bertambah sebesar Rp973,6 triliun dari posisi akhir tahun 2021, sesuai besaran pembiayaan utang dalam RAPBN 2022. Sedang faktor kurs diasumsikan tak signifikan, karena kurs stabil atau setara antara akhir tahun 2022 dengan akhir tahun 2021. Dengan prakiraan ini, rasio posisi utang atas pendapatan akan mencapai 441,34%.

Sementara itu, postur RAPBN 2022 menargetkan defisit sebesar Rp868 triliun, yang artinya seluruh pembayaran pokok utang direncanakan dengan hasil dari penarikan utang baru. Bahkan, besaran keseimbangan primer yang direncanakan minus Rp462,2 triliun berarti seluruh beban bunga utang juga akan dibayar dengan utang baru.

Perlu diketahui bahwa pembiayaan utang sebesar Rp973,6 triliun bersifat neto. Telah menghitung pembayaran pokok utang pada tahun 2022. Tidak ada informasi eksplisit tentang berapa nilainya dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2022. Namun dapat diprakirakan berdasar nilai tahun-tahun sebelumnya, serta rata-rata persentase utang yang dilunasi selama setahun. Dapat ditambahkan dengan pemeriksaan atas seri-seri SBN yang jatuh tempo pada tahun 2022.

Penulis memprakirakan beban pembayaran pokok utang pada tahun 2022 akan mencapai Rp525 triliun. Dengan demikian, kebutuhan atas utang baru mencapai hampir Rp1.500 triliun. Kebutuhan sebesar ini untuk menutupi rencana defisit, membiayai beberapa jenis pengeluaran pembiayaan, dan membayar utang pokok yang jatuh tempo.

Pola pengelolaan APBN demikian sebenarnya telah berlangsung bertahun-tahun. Hingga saat ini, utang baru bisa diperoleh sesuai harapan atau targetnya. Wajar jika ada pejabat Kemenkeu yang menjawab kritik atas kondisi utang sebagai berlebihan, karena APBN masih dapat dikelola dan terutama masih bisa memenuhi kewajiban atas beban utang.

Namun sebagaimana yang penulis katakan di awal, hal itu bukan lah jaminan untuk tidak bisa terjadi. Kondisi saat ini dan prakiraan kondisi tahun 2022 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Mencari sumber utang sebesar Rp1.500 triliun bukan hal mudah lagi.

Indikasinya antara lain berupa minat asing membeli Surat Berharga Negara (SBN) rupiah yang sangat merosot selama setahun terakhir. Posisi kepemilikannya pada akhir tahun 2019 sebesar Rp1.061,86 triliun. Turun menjadi Rp973,91 triliun pada akhir tahun 2020. Dan masih stagnan sebesar Rp974,7 triliun per 18 Agustus 2021.

Padahal, nilai posisi SBN rupiah telah meningkat pesat. Dari Rp2.752,74 triliun pada akhir 2019, menjadi Rp3.870,76 triliun pada akhir 2022, dan sebesar Rp4.325,01 triliun pada 18 Agustus 2021.