BARISAN.CO – Indonesia saat ini masih ketergantungan terhadap impor pangan. Termasuk diantaranya impor gandum. Hal ini dapat dilihat dari melonjaknya impor gandung tahun ini yang mencapai angka 12,5 juta ton.
Menurut pakar pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Ir. Dr. Rofandi Hartanto, MP, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan impor negara Turki.
“Padahal gandum bukan makanan pokok kita,” kata Rofandi pada Barisanco, Selasa (9/3/2021)
Rofandi menilai jika selama tiga dasawarsa lebih, generasi muda telah bergeser selera makannya. Hal ini berdampak pada produk olahan gandum menjadi lebih disukai oleh generasi muda.
“Sehingga produk mie, kue-kue berbasis gandum menggeser produk tradisional berbasis pangan lokal dari beras, jagung, singkon dan lain-lain. Ini problem budaya. Kebutuhannya memang sebegitu jika dilihat dari konsumsi masyarakat,” tutur Rofandi.
Pria asal Wonogiri itu mengatakan jika food estate yang telah dibuat pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan gandum di tanah air. Menurut Rofandi, Food estate saat ini terfokus untuk memenuhi kebutuhan beras. Impor gandum kasus yang lain.
“Para pengusaha pengolahan gandum beberapa tahun yang lalu membuat penelitian tentang kecocokan lahan kita untuk gandum. Maaf, kesimpulannya seperti dipaksakan, gandum tidak bisa ditanam di Indonesia. Saya tidak yakin atas kesimpulan ini. Lahan luas seperti NTT dan NTB bisa saja cocok untuk ditanami gandum. Ini sekadar contoh lain, pengusaha kita melebarkan sayap untuk menanam gandum di kawasan Timur Tengah dan Afrika, tetapi apakah ini investasi atas nama negara Indonesia? Jika bukan, ini sebenarnya yang harus ditanyakan tentang arah kebijakan pangan kita,” papar Rofandi.
Rofandi pun menambahkan jika kebijakan pemerintah tidak berpihak pada pertanian dalam negeri dan terutama petaninya, maka solusi impor adalah solusi instan yang dibuat pemerintah.
“Bahkan, saya tidak habis pikir kenapa rencana impor beras sejumlah satu juta ton tahun ini berbarengan dengan panen petani saat ini. Kan nilai beras dalam negeri jadi jatuh. Inilah salah satu contoh yang saya anggap kebijakan pemerintah sering tidak pas. Ini timing impor yang dipaksakan, atau ada agenda lain?” pungkas Rofandi. []