Nilai tersebut hanya dihitung pada bagian manufaktur dan perkebunan, tentunya jika dihitung sampai hilir misalnya penjualan dan advertising, tentu lapangan pekerjaan yang terserap jauh lebih besar.
Industri rokok yang sering disebut sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT) pada dasarnya telah membentuk banyak rangkaian lapisan pekerja, misalnya perkebunan, manufaktur, hingga industri rokok itu sendiri.
Maka sudah tak mengherankan jika pemerintah menegaskan bahwa jika sektor ini mati, makan banyak dampak negatif lain secara ekonomi.
Alasan Rokok “Iblis” Bagi Kesehatan
Warga Indonesia kini semakin banyak yang berjuang untuk mengkampanyekan suatu gaya hidup sehat anti-rokok. Mafhum memang rokok banyak mudarat bagi kesehatan, mulai dari penyakit kanker, stroke, gagal ginjal, penyakit jantung, dan lain sebagainya. Itu baru dari sisi perokok aktif. Sementara, bagi perokok pasif, dampak mudarat yang disebabkan juga tak kalah banyak, dan bahkan tak kalah lebih parah dibanding perokok aktif.
Banyaknya penyakit yang disebabkan oleh rokok juga membebani penyedia jaminan kesehatan BPJS. Biaya kesehatan bagi perokok dapat mencapai Rp.17,9 T hingga Rp.27,7 T, tentu nilai biaya kesehatan perokok tersebut sangat besar. “Secara persentase biaya kesehatan perokok telah mengambil 20-30 persen subsidi PBI JKN sebesar Rp.48,8 T,” terang Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau, Senin (13/12/2021).
Mengingat tingginya bahaya merokok, pemerintah telah mengambil penggunaan instrumen kebijakan cukai sebagai pengendali bahaya rokok tersebut. Pada tahun 2023, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan pajak dari sektor cukai sebesar Rp.245,45 T, nilai ini naik 11,6 persen dibandingkan dengan target dalam Perpres 98/2022. [Luk]