BARISAN.CO – Kita senantiasa berharap memiliki khusyuk dalam hidup ini, terutama saat menjalankan ibadah salat. Khusyuk secara istilah artinya kelembutan hati, ketenangan, dan kepasrahan kepada Allah Swt. Hasan al-Bashri mengatakan khusyuk berawal dari dalam sanubari, lalu terkilas balik ke pandangan mata mereka sehingga mereka menundukkan pandangan mereka dalam salat.
Makna khusyuk yakni mampu memadukan antara akal, indra, dan hati sehingga ada ketenangan dan kepasrahan total kepada sang maha pencipta. Jadi khusyuk itu bukan berarti lupa segala-galanya. Sebagaimana Ibu Rajab menjelaskan bahwa khusyuk berarti kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia kepada Allah Swt.
Semoga kita menjadi hamba yang memiliki khusyukan. Sebab khusyuk dalam salat sangat penting, penanda hubungan hamba dengan Tuhannya. Sebagai sebuah hubungan kemesraan tentunya kita berharap tidak ada yang mengganggu. Apa yang ada pada diri kita berpasrah total kepada yang kita cintai.
Kemesraan ini akan menambah rasa cinta, seperti sepasang kekasih. Namun apakah kita mampu benar-benar khusyuk. Karena setiap manusia memiliki persoalan atau masalah yang berbeda. Acapkali kita selalu mengingat hal-hal lain di luar hubungan kita dengan maha pencipta.
Hal ini tentu wajar saja, sebab manusia dikarunia akal sehingga akal pikirannya pun bekerja memikirkan hal lain. Sebagaimana kisah Ali bin Abi Thalib ternyata tidak mampu menjalankan salat dengan khusyuk saat diuji Nabi Muhammad Saw.
Khusyuknya Ali
Suatu hari Ali bin Abi Thalib melihat seorang sahabat sedang salat, namun salatnya tidak khusyuk. Lalu Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Ali, bisakah engkau salat 2 rakaat dengan khusyuk?”
“Bisa ya Rasulullah,” jawab Ali
Kemudian Ali mengambil air wudu. Selesai wudu, Rasulullah memperlihatkan sorban dan berkata, “Ada 2 sorban, satu dari Irak dan satunya lagi dari Yaman. Salah satu sorban ini akan jadi milikmu jika engkau berhasil salat khusyuk 2 rakaat.”
Ali melaksanakan salat, rakaat pertama terlihat khusyuk. Namun tiba-tiba pada rakaat kedua, terlihat saat ali sedang rukuk. Rukunya Ali lebih panjang dari rukunya saat rakaat pertama. Ali selesai menjalankan saalat.
“As-aluka billahi ya Ali, aku bertanya kepadamu dengan nama Allah wahai Ali. Kenapa rukukmu pada rakaat kedua lebih panjang dari rukuk rakaat pertama?” tanya Rasulullah
“Iya wahai Rasulullah, saya teringat sorban. Andai saja engkau memberikanku sorban yang dari Yaman tentu lebih bagus dan Indah. Ini yang saya ingat waktu itu wahai Rasulullah.”
Kisah Ali bin Abi Thalib tersebut menunjukkan bahwa salat khusyuk memang teramat sulit. Tidak sepenuhnya keseluruhan di dalam salat akan khusyuk. Bisa jadi awal dan tengah kita masih khusyuk, namun di akhir rakaat bisa jadi tiba-tiba kita memikirkan hal lain.
Jika kita khusyuk salat, dapat mengambil pelajaran dari kisah Ali bin Abi Thalib lainnya yakni kisah ketika Ali bin Abi Thalib terkena panah menembus kaki. Anak panah yang menembus kaki Ali sulit dicabut.
Kisah ini dalam Tafsir Kasyf al-Asrâr Maibadi, Ali bin Abi Thalib pun meminta agar anak panah dicabut saat menjalankan salat ashar. Cara mencabut anak panah adalah dengan menusukkan anak panah sampai benar-benar tembus, sehingga dapat dipatahkan.
Ali bin Abi Thalib menjalankan salat ashar. Lalu tabib datang untuk mencabut anak panah itu. Ali tidak merasakan sakit saat anak panah ditusukkan hingga dipatahkan dan dicabut. Salatnya tidak terganggu sama sekali.
Selesai salat dan memberikan salam, Ali berkata,”Sekarang lukaku agak ringan.”