Scroll untuk baca artikel
Blog

Sang Panggung: Pakeliran Sampakan Ki Sindhu

Redaksi
×

Sang Panggung: Pakeliran Sampakan Ki Sindhu

Sebarkan artikel ini
Oleh: Eko Tunas

Barisan.co – Dunia pakeliran wayang kulit sudah dari sononya merupakan seni multi seni. Yakni, senirupa wayang kulitnya, monolog dalangnya, seni musik karawitannya. Tapi di tangan dhalang muda Ki Sindhunata, multi seni wayang kulit lebih dibedah lagi menjadi pakeliran sampakan.

Dengan mengangkat lakon “Nyi Panggung” Eko Tunas, Ki Sindhu lebih menggabungkan lagi dengan teater, menjadi lakon “Sang Panggung”. Bahkan lebih melebar lagi, karena Nyi Panggung berkisah tentang kehidupan tobong ketoprak, Sang Panggung pun mendampingkan dunia pakeliran dengan dunia panggung ketoprak. Plus tobong ketoprak dengan kehidupan orang-orang marjinal di belakang panggung.

Di sini dunia pakeliran dibedah ke dunia panggung ketoprak, dan didarah-dagingkan dalam kehidupan orang-orang panggung kesenian yang tersisih dari struktur dan sistem. Kehidupan seperti lampu minyak yang terus mbleret nyaris mati. Inilah dunia ulang-alik yang mau direpresentasikan seorang dhalang yang juga seorang aktor Teater Lingkar dari generasi termuda.


SEBAGAI dhalang Ki Sindhu mulai pembabaran dari simbol Guruloka, Giriloka, Janaloka. Guruloka dalam dunia pakeliran, Giriloka panggung ketoprak, dan Janaloka kehidupan orang-orang panggung yang mesti bedol barak untuk transmigrasi.

Semua dikupas dengan jiwa wayang kulit, ketoprak, dan teater gaya sampakan. Ditambah eksplorasi penyutradaraannya yang supra multi itu, jadilah satu pertunjukan bagai film panjang yang variatif dan kompleks atas konflik watak-watak yang digambarkan dari tiga dunia itu.

Ki Sindhu seakan tidak memberi peluang, mana yang lebih kuat dari tiga dunia itu. Masing-masing diberi porsi sama kuat, bahkan menyatu dalam komposisi pertunjukan yang disutradarainya, dan ia sendiri ikut bermain sebagai tokoh Denmas Eko. Satu pekerjaan yang saya pikir terlalu berat bagi anak muda seusianya. Tapi dilihat secara keseluruhan dari pertunjukannya, tampaknya dia memang pendamba tantangan.


ADALAH surprise manakala sebagai dhalang di belakang pakeliran, tiba-tiba bangkit berdiri. Lalu memainkan tokoh Bos Ketoprak, ke kalangan orang-orang panggung di warung emplek, warung Yu kekasih hatinya. Dialog percintaan berpadu dengan nasib ketoprak yang harus membuka sawah ladang di tanah sabrang.

+ Kita akan transmigrasi

– Main, Denmas

+ Macul

– Katanya dapat pesangon, mbok saya dimodali

+ Dimodali apa, dimodali kasur?

Secara penyutradaraan, Sindhu pun cukup detail dalam penggarapan. Dari mulai artistik, pedhalangannya, eksplorasi musik hidup, tari, hingga semua pemain dengan setiap watak dalam lakon. Tidak hanya penggarapan teknis blocking tapi juga manusia sebagai pemeran di masing-masing watak.

Aktor dan aktris seperti Prih Raharjo, Roso Sejati, Anto Galon, Wiwiek, Tegsa, Yayak, Yu, Ning, Juju, dll tampaknya cukup bisa memainkan peran masing-masing dan saling mengimbangi seperti yang dikehendaki sutradara. Sehingga lakon tiga dunia ini bisa menjadi hidup, terasa berdarah-daging di panggung pertunjukan berdurasi 2 jam video.

Tantangan lanjut ialah, bagaimana kalau pandemi Covid-19 usai, dan Sindhu dihadapkan pada keharusan memanggungkan secara nyata di hadapan penonton. Sebab pertunjukan Sang Panggung bisa dipentaskan di arena, panggung besar, atau bahkan kolosal.***