Scroll untuk baca artikel
Blog

Sengkarut Demokrasi Pasca-Reformasi

Redaksi
×

Sengkarut Demokrasi Pasca-Reformasi

Sebarkan artikel ini

Disamping itu pula, platform partai dan ideologisasi yang diusung parpol tidak tampak dominan, alih-alih disegregasi ke dalam kepentingan ekonomi politik politisi berwatak korup. Kecenderungan lain yang bahkan muncul belakangan ialah, partai politik kerap dimaknai sebagai kendaraan politik, bukan sebagai fungsi politiknya, artikulasi kepentingan, komunikasi politik dan rekrutmen dan pendidikan politik.

Karena itu dinamika demokrasi yang kerap menjengkelkan ini melahirkan praktik korupsi. Hasilnya, demokrasi di Indonesia mengalami pembusukan sebagai akibat dari penegakkan politik hukum korupsi yang tebang pilih, tata kelola dan manajemen kebijakan yang kerap bermasalah dan anggaran negara/daerah yang dipergunakan tidak jelas.

Disinilah masalahnya, LSM, masyarakat sipil yang kritis dan pers justru gagal mengakomodasi satu aliansi yang mampu menandingi kekuatan kelas dominan. Merebaknya kasus korupsi, baik pada birokrasi negara, peradilan dan partai politik mengarah pada merosotnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Merosotnya kualitas demokrasi di Indonesia sudah tentu merupakan penyebab utama dari merebaknya praktik korupsi pada instansi negara. Bahkan, pembentukan lembaga penanganan korupsi pada tahun 2003, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nyatanya ‘kurang’ memberi harapan terhadap penegakan kasus korupsi.

Justru pada masa pemerintahan Jokowi yang dianggap reformis, demokratis dan merakyat inilah lembaga antirasuah KPK diamputasi melalui Revisi UU KPK. Tidak berhenti disitu, UU bahkan memerintahkan pemotongan masa tahanan bagi pelaku koruptor. Sangat janggal, sebab bagaimana mungkin seseorang yang melakukan perampasan terhadap hak hidup rakyat justru mendapat privilege dari negara. Itu sebabnya mengapa hukum di Indonesia tumpul ke atas, namun tajam ke bawah.

Harapan Dimasa Depan       

Kualitas demokrasi disuatu negara salah satunya ditentukan oleh ketiadaan praktik korupsi. Semakin meningkat praktik korupsi dalam suatu negara, maka kualitas demokrasi semakin memburuk yang dapat terjebak kedalam negara yang despotik.

Sebaliknya, semakin kecil praktik korupsi, kualitas demokrasi semakin membaik yang dapat mengarah pada partisipasi publik yang tinggi, akses informasi dan pelayanan publik yang mudah dan pembangunan sumber daya manusia yang unggul.

Karena itu, hemat saya, langkah yang dapat kita tempuh dimasa depan ialah dengan mendorong penegakan nilai-nilai demokrasi kedalam setiap peristiwa politik, hukum, ekonomi, kebijakan publik. Hal ini dapat dibentuk melalui kerja kolaborasi melalui segmen pemerintah, partai politik, civil society dan LSM kritis.

Sementara itu mengutip Sthrakhov, kita tidak dapat memperbaiki lembaga-lembaga besar dengan kekerasan atau bahkan dengan efisiensi. Cara yang terbaik adalah dengan mengorganisasi pekerjaan dan kesejahteraan bagi semua orang. Sebab, fungsi dari setiap lembaga-lembaga negara pada gilirannya memberikan kesejahteraan bagi kepentingan warga. (Luk)