Seni Palsu, pelukis yang karyanya banyak dipalsu misalnya Raden Saleh, Affandi, Hendra Gunawan, Popo Iskandar, dll.
DALAM sastra dikenal istilah plagiarisme, atau plagiat. Yakni, mencuri atau mengambil karya orang lain sebagai buah penanya. Bisa jadi berupa pendapat atau bagian dari satu tulisan, dikutip sebagai hasil pikirannya. Pencurian semacam ini tentu saja akan berhadapan dengan hukum.
Di Indonesia tindak plagiat kerap terjadi, lalu terkonangi. Apalagi, saat karya curi itu dimuat di media masa atau dalam buku. Belum lama, seorang sastrawan yang sudah punya nama, bahkan mencuri karya ‘muridnya’, dimuat di media massa terkemuka (dengan nama si sastrawan, tentu).
Tidak dikabarkan pemberlakuan proses hukum lanjut. Ada juga seorang penyair Semarang, yang karyanya dicuri penyair luar negeri, dimuat di media massa negara bersangkutan. Ini juga tidak diketahui proses hukum lanjutnya.
Dalam dunia seni lukis lebih merebak lagi. Banyak karya-karya pelukis maestro yang diduplikat. Anehnya lukisan-lukisan palsu itu banyak dijual di pasar-pasar lukisan.
Lukisan palsu yang dimaksud ialah, satu lukisan digambar secara duplicating, lengkap dengan tandatangan pelukis aslinya. Biasanya yang kerap menjadi korban ialah pelukis kondang/legend yang karyanya berharga mahal.
Pelukis-pelukis yang karyanya banyak dipalsu misalnya Raden Saleh, Affandi, Hendra Gunawan, Popo Iskandar, dll. Tingkat kepalsuannya pun beragam, dari yang nyaris persis hingga yang bisa ditebak kawenya.
Lukisan palsu yang nyaris persis, mesti ahli yang bisa mendeteksi. Dari bahan yang digunakan (kanvas, merk cat) hingga garis atau goresan sampai detail-detail teksturnya.
Ada contoh menarik dari lukisan Hendra Gunawan yang dipalsukan. Kala dihadapkan ke istri Hendra, sang istri merasa asing dengan lukisan itu. Lalu ditambahkan oleh ahli yang mendampingi, bahwa Hendra saat melukis di dalam penjara sebagai tahanan politik.
Lalu sang istri membenarkan, ia kerap mengirim cat dengan merk tertentu (kalau tidak salah cat kaleng biasa). Ketahuan, lukisan palsu itu diditeksi menggunakan merk cat lain yang dalam bentuk tube.
Sampai pada saat ini pun, bursa lukisan palsu tampaknya belum serius tersentuh delik hukum. Masih bebas terpajang atau dalam jual-beli lukisan palsu di bursa-bursa lukisan.
Ikhwal mendasarnya, betapa seni adalah satu dunia sebagai ungkapan jiwa sejujurnya dari senimannya. Artinya, kalau Anda ingin memasuki dunia paling jujur, masukilah dunia seni. Tapi ini, kejujuran dalam seni telah dipalsukan.
Pertanyaannya, kalau seni saja dipalsukan, bagaimana dengan sektor kehidupan yang lain. Politik, ekonomi, hukum, dst.
Alangkah, kehidupan ini penuh kepalsuan.*** [Luk]