Scroll untuk baca artikel
Blog

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Redaksi
×

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Sebarkan artikel ini

Beberapa pasal ‘bermasalah’ dalam draf RKUHP yang menjadi sorotan adalah terkait penghinaan presiden dan wakil presiden, serta perizinan keramaian.

BARISAN.CO – Pemerintah hingga saat ini masih enggan mengeluarkan draf RKUHP terbaru. Terakhir, pemerintah mengeluarkan beleid revisi UU tersebut pada September 2019.

Draf terakhir tersebut mendapat banyak catatan kritis dari elemen masyarakat. Presiden Jokowi kemudian menarik kembali draf tersebut dan memerintahkan untuk diperbaiki oleh Kemenkumham.

Hampir tiga tahun berlalu, masyarakat kesulitan mengakses draf teranyar dari RKUHP tersebut. Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendesak pemerintah segera membuka draf tersebut.

“Sampai hari ini, kami tidak tahu draf (RKUHP) baru hasil pembahasan yang dilakukan DPR. Kami tidak tahu, pasal-pasal yang dulu dikritik mahasiswa nasibnya seperti apa,” tutur pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referandum, yang menjadi perwakilan Aliansi Nasional Reformasi RKUHP.

Aliansi ini diikuti 82 lembaga, mulai dari YLBHI, LBH Jakarta, Greenpeace, hingga Imparsial dan KontraS.

Draf RKUHP terbaru masih tak bisa diakses oleh publik hingga Rabu (22/6). Padahal, DPR dan pemerintah telah menyepakati menargetkan RKUHP disahkan pada Juli mendatang.

Pemerintah didesak transparan dan membuka draf tersebut sebelum disahkan dalam rapat paripurna Juli mendatang. Muncul kekhawatiran RKUHP yang nantinya akan disahkan masih memuat pasal-pasal bermasalah.

Sebagai informasi, pasal-pasal bermasalah itu juga sempat memicu gelombang protes masyarakat pada 2019 silam. Akhirnya, RKUHP itu batal dibahas dalam Rapat Paripurna untuk disahkan jadi undang-undang pada akhir masa bakti DPR periode 2014-2019.

“Tapi ternyata, (RKUHP) ini mau langsung ketok palu. Artinya, Presiden Jokowi ingkar janji dan tidak menghormati prinsip-prinsip pembentukan perundang-undangan.”

Citra curiga, pembahasan RKUHP secara senyap dilakukan agar DPR dan pemerintah bisa meloloskan pasal-pasal bermasalah. Ia melanjutkan, bila publik tak dilibatkan, imbasnya bakal menambah daftar undang-undang kontroversial yang disahkan DPR, selain UU KPK dan UU Cipta Kerja.

“Bagaimana kita bisa partisipasi kalau draf juga sulit diakses?” ujar Citra.

Alasan Kemenkumham Tolak Publikasikan Draf RKUHP

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak mempublikasikan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Juru Bicara Kemenkumham Tubagus Erif mengatakan, draf RKUHP terbaru masih terus digodok oleh pemerintah dan DPR.

Dia menyebut, pasal-pasal yang beredar di publik merupakan draf RKUHP lama atau 2019.

“Belum bisa mengeluarkan. Karena konsep atau draf yang dibahas itu kan sifatnya kan sekarang dinamis. Tim sedang meminta masukan dari publik, terus banyak mendapat masukan. Sehingga draf itu masih belum bisa tetap. Kemudian, belum ada kesepakatan dengan DPR jadi belum bisa dikeluarkan. Rujukannya (sekarang) hanya (draf) tahun 2019 itu,” ujar Erif saat dihubungi KBR, Kamis (16/6/2022).

Tubagus Erif menambahkan, kepastian waktu disahkannya RKHUP tergantung dari kesepakatan pemerintah dan DPR. Ia tak menampik, RKUHP bisa disahkan pada masa sidang kelima di DPR pada Juli mendatang.

“Kalau memang memang Pak Wamen menyampaikan seperti itu, ya bisa jadi seperti itu karena kan beliau yang termasuk tim pakar KUHP-nya itu karena beliau yang paham soal dinamika yang terjadi dengan DPR,” tuturnya.

Pasal-pasal yang Dinilai Bermasalah

Terdapat sejumlah pasal yang dinilai dapat membunuh demokrasi. Aliansi Nasional Reformasi KUHP membeberkan sejumlah pasal bermasalah yang dapat mengekang demokrasi.

“Dalam kondisi situasi demokrasi dan pemberantasan korupsi yang melemah ini, pemerintah malah menyebarkan draf (RKUHP) September 2019 yang tetap mamasukkan pasal-pasal warisan kolonial yang bertujuan mengekang iklim demokrasi di Indonesia, padahal pemerintah dan DPR selalu berjargon bahwa RKUHP dengan cita-cita reformasi hukum pidana di Indonesia hadir dengan semangat demokratisasi, dekolonisasi, dan harmonisasi hukum pidana,” kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus Napitupulu dalam keterangannya, Jumat (11/6/2021).