Scroll untuk baca artikel
Blog

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Redaksi
×

Senyapnya RKUHP yang Bakal Disahkan Meski Banyak Tuai Kontroversi

Sebarkan artikel ini

1. Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden

Draf RKUHP yang dibuat DPR memuat aturan yang memungkinkan seseorang dipidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta, jika menyerang kehormatan atau harkat dan martabat Presiden atau Wakil Presiden melalui media sosial.

Berikut pasal yang dimaksud dalam RUU KUHP:

Pasal 218
(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Erasmus menekankan pasal ini sejatinya ditujukan untuk kepala negara bukan kepada kepala pemerintahan atau disebut lesse majeste. Erasmus menyatakan pasal tersebut sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan 013-022/PUU-IV/2006. Dalam putusan itu, MK menyatakan sudah tidak relevan jika dalam KUHP Indonesia masih memuat pasal penghinaan presiden yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, dan prinsip kepastian hukum.

Selain itu, rumusan pasal tersebut bertentangan dengan Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2005. Berdasarkan Laporan Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 20 April 2010 tentang The Promotion and Protection of The Right to Freedom of Opinion and Expression, dinyatakan bahwa hukum internasional tentang hak asasi manusia (HAM) melindungi individu dan kelompok orang, bukan suatu hal yang abstrak atau institusi yang berhak untuk diberikan kritik dan komentar.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti memaparkan, terdapat persoalan serius dan substantif dalam pasal tersebut. Ia melihat tak ada penjelasan yang kuat tentang apa yang dimaksud dengan kehormatan, harkat dan martabat presiden/wakil presiden. 

“Dalam pasal yang kabur seperti ini justru akan berpotensi melahirkan kesewenang-wenangan,” ucapnya.