Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Sepertiga Perempuan Bergantung Secara Finansial Kepada Pasangannya, Ini Dampak Buruknya

Redaksi
×

Sepertiga Perempuan Bergantung Secara Finansial Kepada Pasangannya, Ini Dampak Buruknya

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Salah satu faktor yang membuat perempuan bertahan dalam menjalin hubungan adalah keamanan finansial. Sayangnya, tak semua hal layak untuk dipertahankan termasuk hubungan yang tidak sehat.

Sebuah survey terbaru YouGov pada Mei lalu menemukan lebih banyak perempuan yang mengandalkan pasangannya untuk bertahan hidup dibandingkan laki-laki. Lebih dari sepertiga perempuan bergantung secara finansial terhadap pasangannya sedangkan laki-laki hanya 11 persen. Perempuan yang cenderung mengandalkan pasangannya secara finansial berada dalam keadaan yang buruk jika hubungannya berakhir.

Maka, tak heran jika satu dari tiga perempuan (35 persen) menyebut jika mereka tidak akan berhasil (21 persen) atau tidak sama sekali (21 persen) jika hubungan mereka berakhir esok hari. Sedangkan 29 persen perempuan menyatakan jika mereka tidak akan dapat mengatasi finansialnya dengan baik sama sekali jika hubungan mereka dengan pasangannya benar-benar berakhir.

Ditambah lagi, berbagai penelitian menunjukkan jika perempuan umumnya lebih stress tentang keuangan dibandingkan laki-laki. Menurut Survey Kesehatan Keuangan Karyawan 2019, PicewaterhouseCoopers, 65 persen perempuan dan 52 laki-laki menyebut masalah keuangan menjadi penyebab stres yang parah. Bahkan bagi warga Amerika, secara umum, finansial merupakan penyebab utama stres.

Meski demikian, perencana keuangan George Guillmina mengatakan, hubungan yang bergantung secara finansial merupakan hubungan dimana pihak yang bergantung memiliki pendapatan yang tidak stabil atau rendah dan juga tabungan yang tidak mencukupi.

“Ini menempatkannya dalam posisi yang rapuh yaitu mereka sangat bergantung pada keuangan pasangan. Dan ini tidak hanya berdampak pada harga diri orang tersebut, itu juga dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan dalam kasus perceraian, masalah dengan kesehatan, atau kematian pasangan,” tutur George.

Menurut National Coalition Against Domestic Violence, sekitar 85 persen perempuan yang meninggalkan hubungan kekerasan kembali kepada pasangannya. Sebagian besar, hal itu terjadi karena ketidakmampuan mereka menangani keuangan yang sering diperkuat oleh fakta bahwa pelaku kekerasan kebanyakan memiliki kedudukan dan kontrol atas keuangan keluarga.

Alasan perempuan kembali pada pasangannya tersebut antaranya lain menghadapi satu atau lebih hambatan antara lain memiliki satu anak, tidak bekerja di luar rumah, tidak memiliki property, dan tidak adanya akses uang tunai maupun rekening bank dan kredit. Sehingga banyak penyintas kekerasan dalam rumah tangga berupaya mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan hubungan yang dipenuhi kekerasan akhirnya kembali menjalin hubungan karena alasan keuangan ini.

Dikutip dari monsterindia.com, berikut ini lima alasan perempuan perlu independen dalam keuangan, yaitu:

1. Keadaan tak terduga bisa saja terjadi seperti PHK, pekerjaan yang tidak aman, dan begitu pun soal kehidupan. Jika suami merupakan satu-satunya pencari nafkah, maka ada alasan untuk khawatir. Sehingga di saat, baik isteri dan anak bergantung sepenuhnya kepada kepala keluarga, bukan tidak mungkin akan terjadi goncangan dalam urusan keuangan keluarga.

2. Pada beberapa dekade terakhir, inflansi telah meningkatkan biaya hidup. Untuk memperoleh rumah yang layak, anak-anak dikirim ke sekolah yang bagus, serta hidup di atas rata-rata menjadi semakin tinggi. Oleh sebab itu, rumah tangga dengan penghasilan dari suami dan isteri akan lebih baik. Perempuan mandiri secara finansial tidak hanya berkontribusi pada pengeluaran sehari-hari rumah tangga, namun juga membantu memenuhi tujuan keuangan keluarga.