Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Sisi Gelap Husband Stitch bagi Ibu Pasca Melahirkan

Redaksi
×

Sisi Gelap Husband Stitch bagi Ibu Pasca Melahirkan

Sebarkan artikel ini

Meski tidak ada bukti dapat merapatkan dan bisa memberikan efek samping, praktik husband stitch masih dilakukan hingga sekarang.

BARISAN.CO Husband stitch (jahitan suami) adalah jahitan tambahan yang diberikan selama proses perbaikan setelah persalinan pervaginam, dimaksudkan untuk mengencangkan vagina demi meningkatkan kenikmatan pasangan seksual laki-laki.

Bagi sebagian orang, gagasan husband stitch sama sekali tidak dibenarkan.

Mengutip Healthline, bidan perawat bersertifikat di University of Illinois, Stephanie Tillman mengatakan ide husband stitch mewakili kebencian terhadap perempuan yang terus-menerus melekat dalam perawatan medis.

“Fakta adanya praktik yang disebut jahitan suami adalah contoh sempurna dari persimpangan objektifikasi tubuh perempuan dan perawatan kesehatan. Sebanyak kami mencoba untuk menghilangkan seksualisasi perempuan dari perawatan kebidanan yang tepat, tentu saja patriarki akan menemukan jalannya di sana,” kata Stephanie.

“Saya merasa dikhianati karena sesuatu yang tidak perlu dan tidak saya minta dilakukan kepada tubuh saya.”Angel Sanford, yang diberi jahitan suami setelah melahirkan di tahun 2018.

Jahitan suami lebih umum saat episiotomi rutin diakukan selama persalinan pervaginam. Episiotomi yaitu sayatan bedah yang dibuat di peraneum – area antara vagina dan anus, biasanya untuk melebarkan vagina sehingga kelahiran menjadi lebih cepat.

Diperkirakan sejak tahun 1920-an, kepercayaan medis populer menyebutkan bahwa episiotomi membuat sayatan lebih bersih dan memudahkan untuk perbaikan serta kesembuhan lebih baik. Konon, episiotomi dapat mencegah robekan perineum lebih buruk.

Ketua kebidanan dan ginekologi serta biologi reproduksi di Brigham and Women’s Hospital di Boston, Dr. Robert Barbieri menyebut orang-orang di tahun 50 hingga 60-an diajarkan bahwa episiotomi rutin baik bagi perempuan.

“Apa yang mereka pikirkan jika mereka melakukan episiotomi rutin, mereka memiliki kesempatan untuk memperbaikinya dan selama perbaikan, mereka benar-benar dapat membuat perineum yang lebih baik daripada yang tidak melakukannya. Gagasannya, kita dapat mengencangkan segalanya,” ujar Robert.

Mulai tahun 1980-an, penelitian menunjukkan episiotomi rutin menyebabkan masalah, banyak perempuan mengalami trauma jaringan dan hasil negatif jangka panjang lainnya termasuk hubungan seksual yang menyakitkan.

Pada tahun 2005, sebuah tinjauan Journal of American Medical Association tidak menemukan manfaat dari penggunaan episiotomi rutin. American College of Obstertricians and Gynecologysts pun menyarankan agar dokter mencegah dan mengelola laserasi persalinan melalui strategi seperti pijatan dan kompres hangat daripada membuat luka pada perineum.

Stephanie menyampaikan episiotomi masih terjadi dan penyedia obstetrik secara rutin melakukannya.

“Pada dasarnya, ini adalah bentuk kekuasaan atas tubuh perempuan untuk mengatakan manajemen medis dapat melakukan ini dengan yang benar sedangkan tubuh Anda tidak,” ungkap Stephanie.

Bagi beberapa perempuan, bukan situasi medis yang akan memutuskan apakah jaringan genital mereka dipotong saat melahirkan melainkan lebih kepada variabel sosial dan budaya.

Sedangkan OBGYN, Jesanna Cooper, MD menjelaskan tidak mungkin vagina menjadi lebih kencang dengan jahitan.

“Jahitan suami tidak akan memengaruhi vagina secara keseluruhan karena ini lebih berkaitan dengan kekuatan dan integritas dasar panggul daripada ukuran pembukaan introitus,” jelas Jesanna.

Saat ini, tujuan dari perbaikan vagina bukan untuk mengencangkan vulva atau vagina, tetapi menyatukan kembali kulit agar terfasilitasi proses penyembuhannya sendiri.

Efek Samping Husband Stich

Melansir Medicine Net, ada berbagai efek samping umum yang terjadi akibat jahitan suami pasca melahirkan, yaitu: lebih lama tidak dapat berjalan, tidak nyaman dan merasa sakit saat berdiri tegak, seks menjadi lebih menyakitkan bagi kedua pasangan terutama perempuan dan mengakibatkan ketakutan bahkan menghindari seks, pembengkakan dan nyeri kronis pada lubang vagina, jaringan parut menjadi robek, kemungkinan infeksi persisten, tekanan emosional, inkontinesia, dan kerusakan saraf yang mengakibatkan hilangnya sensasi di titik tersebut.