Scroll untuk baca artikel
Blog

Sosok Raden Aria Wangsakara, Leluhur KH Ma’ruf Amin yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Redaksi
×

Sosok Raden Aria Wangsakara, Leluhur KH Ma’ruf Amin yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pemerintah hari ini memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada 4 pahlawan. Salah satunya berasal dari Banten, yakni Raden Aria Wangsakara.

Raden Aria Wangsakara mendapat gelar Pahlawan Nasional bersama dengan tiga tokoh lainnya, yakni Tombolotutu, pejuang kemerdekaan asal Parigi Moutong; Sultan Aji Muhammad Idris, Sultan ke-14 Kesultanan Kutai Kartanegara; dan Usmar Ismail, maestro film asal DKI Jakarta.

Seperti tiga tokoh yang mendapat gelar pahlawan hari ini, Raden Aria Wangsakara memiliki kontribusi yang luar biasa pada sejarah bangsa.

Mengutip buku Ki Luluhur Rekam Jejak Sejarah Raden Aria Wangsakara, Raden Aria Wangsakara lahir pada 1024 H atau 1615 M dari keluarga Kerajaan Sumedang Larang. Ayahnya adalah Wiraraja I, sementara ibunya Putri Dewi Cipta/Nyimas Cipta.

Awal Perjuangannya

Di tahun 1640, Raden Aria Wangsakara memilih merantau ke Tangerang, Banten akibat berselisih dengan keluarganya. Raden Aria tidak setuju terhadap tindakan keluarganya yang menggadaikan kedaulatan Kerajaan Sumedang Larang kepada penjajah Belanda.

Dalam hijrahnya, dia melalui Sungai Cisadane pada 1640. Pada akhirnya, Raden Aria menetap dan membangun pesantren di Kawasan Grendeng, Karawaci.

Setelah pindah ke Tangerang, ia pun mendirikan pesantren di Kawasan Grendeng Karawaci dan kemudian menetap di sana. Pesantren tersebut pun mengalami perkembangan yang cukup pesat.

Jumlah pengikutnya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Daerah inilah yang kemudian menjadi wilayang Tangerang.

Pada tahun 1652-1653 M, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang sudah mencium aktivitas penyebaran agama di Lengkong Kyai ini, kemudian mendirikan benteng di sebelah timur Sungai Cisadane yang persis berseberangan dengan wilayah kekuasaan Aria Wangsakara.

VOC juga memprovokasi dan menakuti warga Lengkong Kyai dengan mengarahkan tembakan meriam ke arah Lengkong Kyai.

Sikap Kompeni ini memicu pertempuran antara Kompeni Belanda dengan rakyat Tangerang di bawah kepemimpinan Aria Wangsakara. Peristiwa ini menjadi titik awal tumbuhnya jiwa patriotik rakyat Tangerang di bawah kepemimpinan Aria Wangsakara.

Lewat kegigihan dan jiwa kepahlawanan kolektif, warga Lengkong akhirnya berhasil mempertahankan wilayahnya ini melalui pertempuran yang berkobar selama tujuh bulan berturut-turut.

Aria Wangsakara juga memiliki andil terbentuknya kerjasama perjuangan antara Kerajaan Banten, Mataram dan Makasar, sehingga pernah saling bekerjasama melawan VOC di abad 17 M.

Atas andil Raden Aria Wangsakara juga, pada tahun 1641, Raja Mataram ketiga disahkan sebagai Syarif Mekah dengan penobatan gelar Sultan Abdullah Muhammad Al Matarami / Sultan Agung Mataram.

Peninggalan Raden Aria Wangsakara

Aria Wangsakara gugur dalam pertempuran dengan penjajah dan dimakamkan di Desa Lengkong Kiai, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang.

Ada hal-hal yang masih menjadi kebiasaan hingga saat ini di wilayah Pagedangan yang kental sekali akan peninggalan ulama pejuang tersebut. Karena Raden Aria Wangsakara adalah keturunan dari daerah Sumedang dari segi bahasa rata-rata warga di sana masih terkadang menggunakan bahasa Sunda halus, seperti penggunaan bahasa di wilayah Sumedang.

Selain bahasa, ada juga sumur tujuh yang saat ini ditutup karena alasan banyak disalahgunakan pengunjung.

Sebagai informasi, rupanya Raden Aria Wangsakara juga merupakan garis leluhur dari KH Ma’ruf Amin, Penyanyi Rhoma Irama dan Gubernur Banten Wahidin Halim. [rif]