Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

Redaksi
×

Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

Sebarkan artikel ini

Dikutip dari makalah Prof. Dr. Timbul Haryono, dosen senior Jurusan Arkeologi UGM, prasasti-prasasti itu memberi banyak informasi mengenai beberapa makanan yang umum dikonsumsi pada saat itu.

Prasasti Taji, semisal, menyebut ‘wras’ sebagai istilah kuno dari beras. Disebut pula hewan-hewan seperti ‘hadangan’ yang merujuk kerbau, serta ’hayam’ untuk ayam. Ada pula disebutkan ‘deng asin’ untuk dendeng asin dan ‘hantiga’ untuk telur. Beberapa jenis ikan juga disertakan, mulai dari yang namanya umum seperti ‘gurameh’ yang berarti gurami, sampai yang asing seperti ‘kadiwas’ dan ‘bilunglung’.

Dalam Prasasti Mantyasih I disebut tentang ‘wok’ yang berarti celeng atau babi hutan, ‘wdus’ yang berarti kambing, ‘hurang’ yang berarti udang, serta telur yang kali ini disebut ‘hantrini’.

Banyak di antara bahan makanan yang tertera dalam prasasti-prasasti itu masih bertahan sampai sekarang. Dan pada beberapa dasawarsa belakangan, barangkali hanya kuliner hayam yang cenderung popular. Sensasi kremes-kremes yang datang dari eksploitasi terhadap kulit ayam, telah menjadi fenomena yang memikat banyak manusia modern.

Meski kulit telah demikian digemari, tampaknya asas-asas mengisap sisa daging yang menempel di sekitar tulang, peninggalan nenek moyang manusia itu, masih bertahan sampai sekarang.