Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Senggang Gaya Hidup

Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

:: Ananta Damarjati
27 September 2020
dalam Gaya Hidup
Sumsum, Iga, Sampai Tetelan: Kenapa Kuliner Tulang Digemari Manusia?

Ilustrasi barisan.co/Bondan PS

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Barisan.co – Resep makanan tidak disusun dalam ruang hampa. Sejarah menunjukkan, makanan memiliki jejak arkeologis yang bisa dibedah asal-muasalnya. Begitupun tentang kegemaran kita, manusia, terhadap pusparagam kuliner. Ada semacam biografi panjang di balik itu.

Secara menarik soal kuliner daging, cukup banyak resep yang menyertakan tulang (bone in) dalam penyajiannya. Krengsengan iga, tongseng tetelan, sup sumsum tulang, hanyalah beberapa. Selebihnya adalah pertanyaan: kenapa manusia terobsesi mengisap daging yang tersisa-menempel di sekitar tulang?

Yuval Noah Harari secara khusus menyinggung itu dalam bukunya berjudul Sapiens. Kisah dimulai dari sekitar 2 juta tahun silam, di mana manusia (homo) masih menjadi makhluk yang lemah dan marginal. Homo selalu diliputi ketakutan akan predator, tapi berbagi sumber makanan yang sama dengan mereka.

Pada saat itu, homo bukanlah pemuncak rantai makanan. Ia lebih memilih menunggu dengan sabar kawanan singa melahap seekor jerapah, sambil berharap sang predator puncak rantai itu menyisakan makanan untuknya.

BACAJUGA

glotak

Glotak Dunia Ketiga

16 Desember 2022
buntil

Buntil, Makanan Khas Jawa yang Kian Langka

5 Desember 2022

Namun ternyata homo harus menunggu lebih lama. Setelah singa selesai dengan urusannya, masih ada kawanan hyena dan anjing hutan, dan homo tidak berani mengusik kawanan ini. Baru setelah makanan tersisa tinggal tulang-belulang, homo dengan hati-hati mendekat sambil tengok kanan-kiri. Mereka mencari lapisan yang masih tersisa di sela-sela tulang, terutama sumsum di dalam tulang.

Soal sumsum tulang, penjelasan lebih lengkap dapat kita temui dalam publikasi Science Advances edisi 9 Oktober 2019. Dapat disimpulkan bahwa, sampai sekitar 200.000-420.000 tahun lalu, homo semakin gandrung mengisap sumsum tulang hewan dengan cara disimpan beberapa hari sebelum disantap.

Homo sendiri cukup lama menjadi medioker dalam rantai makanan. Seperti dicatat Harari (13:2017): “Posisi genus homo dalam rantai makanan, sampai masa yang cukup baru, kokoh berada di tengah … dan baru dalam seratus ribu tahun terakhir—dengan bangkitnya homo sapiens—manusia melompat ke puncak rantai makanan.”

Cerita setelahnya adalah tentang kejayaan manusia dalam urusan memakan hampir semua hal. Sampai kemudian setelah api berhasil didomestifikasi, manusia tampil sebagai ‘ras juru masak’.

Menuliskan Resep

Selain menjadi juru masak, usaha untuk mencatatkan makanan secara tertulis juga dilakukan manusia. Di Jawa, ditemukan sejumlah prasasti yang memuat deskrispsi tentang jenis-jenis makanan dan minuman. Ada Prasasti Taji (901 M), Prasasti Panggumulan (902 M), Prasasti Mantyasih I (907 M), Prasasti Rukam (907 M), Prasasti Watukura I (902 M), serta Prasasti Linggasuntan (929 M).

Dikutip dari makalah Prof. Dr. Timbul Haryono, dosen senior Jurusan Arkeologi UGM, prasasti-prasasti itu memberi banyak informasi mengenai beberapa makanan yang umum dikonsumsi pada saat itu.

Prasasti Taji, semisal, menyebut ‘wras’ sebagai istilah kuno dari beras. Disebut pula hewan-hewan seperti ‘hadangan’ yang merujuk kerbau, serta ’hayam’ untuk ayam. Ada pula disebutkan ‘deng asin’ untuk dendeng asin dan ‘hantiga’ untuk telur. Beberapa jenis ikan juga disertakan, mulai dari yang namanya umum seperti ‘gurameh’ yang berarti gurami, sampai yang asing seperti ‘kadiwas’ dan ‘bilunglung’.

Dalam Prasasti Mantyasih I disebut tentang ‘wok’ yang berarti celeng atau babi hutan, ‘wdus’ yang berarti kambing, ‘hurang’ yang berarti udang, serta telur yang kali ini disebut ‘hantrini’.

Banyak di antara bahan makanan yang tertera dalam prasasti-prasasti itu masih bertahan sampai sekarang. Dan pada beberapa dasawarsa belakangan, barangkali hanya kuliner hayam yang cenderung popular. Sensasi kremes-kremes yang datang dari eksploitasi terhadap kulit ayam, telah menjadi fenomena yang memikat banyak manusia modern.

Meski kulit telah demikian digemari, tampaknya asas-asas mengisap sisa daging yang menempel di sekitar tulang, peninggalan nenek moyang manusia itu, masih bertahan sampai sekarang.

Topik: KulinerlifestyleMakanan dan Minuman Tradisional
Ananta Damarjati

Ananta Damarjati

Warga negara Indonesia, tinggal di Jakarta

POS LAINNYA

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?
Gaya Hidup

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

26 Januari 2023
Risiko Bergantung Secara Finansial pada Suami
Gaya Hidup

Risiko Bergantung Secara Finansial pada Suami

24 Januari 2023
permakultur
Gaya Hidup

Permakultur, Adab dan Gaya Hidup Kembali Ke Alam

23 Januari 2023
40 Kata Bijak Konfusius
Gaya Hidup

40 Kata Bijak Konfusius

21 Januari 2023
Mengatasi Luka Lebam dan Memar Akibat Main Lato-lato
Gaya Hidup

Mengatasi Luka Lebam dan Memar Akibat Main Lato-lato

18 Januari 2023
Mengenal Istilah Nomofobia
Gaya Hidup

Mengenal Istilah Nomofobia

15 Januari 2023
Lainnya
Selanjutnya
Tarian Negeri Dagelan – Puisi Agung Wig

Tarian Negeri Dagelan - Puisi Agung Wig

Jokowi For Next Sekjen PBB, Oh No?

Jokowi For Next Sekjen PBB, Oh No?

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

peran mahasiswa

Didik J Rachbini: Peran Mahasiswa Sekarang Bertanggungjawab Menyuarakan Kebenaran

27 Januari 2023
Relawan ANIESWANGI Hadiri Peresmian Graha Restorasi Partai Nasdem

Relawan ANIESWANGI Hadiri Peresmian Graha Restorasi Partai Nasdem

27 Januari 2023
Jabatan Kades

Desa Bisa Jadi Sarang Korupsi Kalau Jabatan Kades Diperpanjang

27 Januari 2023
Proyek Meikarta

Deret Masalah Meikarta: Izin Seret, Proyek Mangkrak, hingga Kecewakan Konsumen

27 Januari 2023
normalisasi

Normalisasi Perburuk Sedimentasi Sungai, Ciliwung Institute Kritik Keras Jokowi

27 Januari 2023
Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

26 Januari 2023
Demo Kepala Desa

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

26 Januari 2023

SOROTAN

Jabatan Kades
Sorotan Redaksi

Desa Bisa Jadi Sarang Korupsi Kalau Jabatan Kades Diperpanjang

:: Ananta Damarjati
27 Januari 2023

Korupsi di desa tinggi, perlu perbaikan tata kelola, bukan perpanjangan masa jabatan kades. BARISAN.CO – Dewan Perwakilan Rakyat musti cermat...

Selengkapnya
Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan

25 Januari 2023
Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

22 Januari 2023
Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

22 Januari 2023
BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

21 Januari 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang